I made this widget at MyFlashFetish.com.

Monday, March 28, 2011

Ular Green Pit Viper




Jenis ular ini dijumpai pada saat Yayasan Palung mengadakan fieldtrip (kunjungan lapangan) dengan SMA 1 Sukadana,(27/03/11). Lokasi penemuan ular Green Pit Viper ini di Kaki Gugusan Gunung, Taman Nasional Gunung Palung, yaitu di Lubuk Baji. Jenis ular ini termasuk ular langka dan unik. Ular ini memiliki nama resmi Gumprechti Trimeresurus, pertama kali ditemukan oleh para ilmuwan di tahun 2002.
Ular Green Pit Viper merupakan, jenis ular berbisa (mematikan). Mangsa dari ular ini adalah burung dan mamalia kecil. Ular Green Pit Viper ini dapat di temukan di hutan tropis seperti hutan Indonesia dan di kawasan Asia Tenggara Sungai Mekong. (Pit- YP).

Photografer : Ari, (TAJAM- YP).
Doc. Yayasan Palung

Wednesday, March 23, 2011

Vonis Pertama Kasus Perdagangan Orangutan di Indonesia



Aktifitas perdagangan dan pemeliharaan orangutan di Kalimantan Barat masih berlangsung di tengah masyarakat, termasuk di Kota Pontianak. Menyikapi hal ini beberapa lokasi perdagangan satwa telah menjadi target, salah satunya lokasi perdagangan satwa yang terletak di Pontianak. Monitoring terhadap target operasi (TO) mulai ditingkatkan seiring dengan informasi adanya stock bayi orangutan yang akan di perdagangkan. Sekaligus untuk memulai proses hukum bagi pelangar undang-undang perlindungan satwa.
Tersebutlah Ongky salah satu oangutan yang akan diperdagangkan. Ongky didapat oleh seorang pedagang satwa tersebut dari Desa Toho, Kabupaten Pontianak. Awalnya sebelum melakukan penjualan orangutan tersebut sudah ia peliharan selama 1 (satu) bulan dengan biaya sendiri, orangutan tersebut ia beri makan nasi dan Susu bayi supaya orangutan tersebut tetap hidup, karena ia merasa tidak mampu untuk merawatnya sehingga ia berkeinginan untuk menjual orangutan tersebut. Bahwa Tujuan ia memelihara orangutan karena ia suka dengan orangutan, pada awalnya tidak ada rencana untuk menjual kemudian sekitar 25 hari setelah dipelihara dan biaya pemeliharaannya cukup besar baru orangutan tersebut ia akan jual. Berikutnya Ongky di tawarkan dengan harga Rp 2.500.000 kepada pembeli. Dan naas ditengah jalan dalam melakukan transaksi kemudian pedagang satwa tersebut ditangkap oleh Anggota SPORC Brigade Bekantan.
Operasi yang juga berhasil menyita seekor bayi orangutan ini didukung oleh Forum Anti Perdagangan Satwa Illegal yang terdiri dari Yayasan Titian, Yayasan Palung, Lembaga Advokasi Satwa, International Animal Rescue dan Wildlife Conservation Society. Forum NGO ini mendukung proses operasi melalui penyediaan informasi intelijen yang akurat dan terpercaya.
Dari 3 orang yang berhasil ditangkap, 1 orang telah ditetapkan sebagai tersangka yaitu Muhammad Aris alias EET dengan surat tuntutan jaksa penuntut umum dengan no reg perkara PDM-209/Ponti/08/2010. Dan dua (2) lainnya masih berstatus saksi. Bagi tersangka setelah melalui proses persidangan divonis 8 bulan penjara ditambah denda uang 1.000.000 rupiah subsidair 2 bulan kurungan dengan surat putusan No.479/PID/B/2010/PN-PTK. Kasus ini ditangani oleh Hakim Ketua Aswardi Idris. SH dengan anggota I Made S. Aswata, SH. M.Hum dan Imam Supriadi, SH.MH. Dengan JPU Krisna Dewita,SH. hukuman tersebut lebih rendah dari tuntutan jaksa penuntut umum yang menuntut 1 tahun penjara. Barang bukti berupa kandang orangutan dirampas oleh negara dan dimusnahkan.
“Besarnya hukuman bukanlah tujuan utama” bilang Tito Indrawan dari Yayasan Palung. “Yang paling penting adalah adanya pembelajaran kepada pelanggar undang-undang No 5/1990 dan proses hukum mulai berjalan. Diharapkan, setelah kasus Ongky ini proses hukum diharapkan berjalan lebih baik lagi”.
Data yang terekam di Yayasan Palung, dalam 3 tahun terakhir, di Kab. Ketapang saja sudah 30 orangutan yang berhasil diselamatkan. Sebagian besar orangutan tersebut didapat dengan cara membeli dari masyarakat yang tinggal di sekitar habitat orangutan. Sedangkan dari kegiatan monitoring kepemilikan orangutan illegal, pada periode 2004-2009, di Kab. Ketapang terdapat sekitar 79 individu orangutan yang dipelihara oleh masyarakat dan tersebar di 11 kecamatan. Dengan demikian tingkat perdagangan orangutan sebenarnya sangat tinggi, hanya saja praktek ini cenderung bersifat oportunistik sehingga sulit untuk dideteksi dan diketahui secara pasti. (Tito - YP).
Kontak: Tito P. Indrawan, Yayasan Palung: pongoktp@gmail.com, 081345415503
foto;dari Yayasan Palung.

Friday, March 18, 2011

Cerita dari Merapi, Yogyakarta; Lapar di berkah Merapi



Warga Dukuh Jambu kelurahan Kepuharjo, Sleman, Yogyakarta kehilangan mata pencaharian karena erupsi Merapi oktober 2010 lalu. Bencana ini mengakibatkan hampir seluruh lahan pertanian rusak tertimbun material vulkanik.
Sebelumnya, mata pencaharian sebagian besar warga adalah sebagai petani, peternak sapi dan penambang pasir. Setelah empat bulan bencana Merapi terjadi, aktivitas pertanian sudah bisa dicoba kembali. Namun untuk peternakan sapi belum bisa dilakukan karena bantuan penggantian sapi dari pemerintah belum direalisasikan. Sedangkan penambangan pasir juga belum bisa dilakukan karena banyaknya material pasir hasil erupsi merapi menyebabkan harga pasir dua sampai lima tahun kedepan tidak laku di pasaran. Kondisi ini menghambat sumber penghasilan warga.
Untuk kebutuhan pangan sehari-hari mereka bergantung pada nasi bungkus bantuan. Itupun mereka harus mengambilnya di barak pengungsian yang jarak tempuh dari dusun sekitar 3 kilometer. Tentunya hal ini sangat menyulitkan warga.
Berdasarkan analisa dari fakta tersebut di atas dan berdasarkan pantauan fakta di lapangan berdasarkan keterangan warga pada tanggal 24 Februari 2011, tentu membutuhkan waktu yang lama untuk pulihnya aktivitas produktif warga dusun Jambu kelurahan Kepuharjo. Sedangkan pemberian bantuan tidak akan berlangsung lama. Untuk itu penanganan pemerintah pasca bencana Merapi ini harus secepatnya terealisasikan. Bila penanganan yang cenderung bertele-tele ini terus terjadi, maka sampai kapankah warga harus menahan penderitaan ini? …
Namun yang terjadi di lapangan adalah pemerintah kurang responsive terhadap persoalan mendasar. Contohnya kebijakan tentang ganti rugi sapi yang mati ditentukan dengan birokrasi yang berbelit.
Dana pengganti sapi yang mati sudah ada di rekening masing-masing calon penerima namun masih dalam status blokir. Warga bisa mencairkannya dengan syarat mereka sudah mempunyai sapi pengganti. Tentu saja ini memberatkan warga. Pemerintah juga sampai saat ini belum menentukan jarak zona aman dari merapi, ini dijadikan alas an pemerintah untuk belum bisa menentukan relokasi atau renovasi rumah warga yang hancur. Bahkan hunian sementara sampai hari ini belum ada aliran listrik dan air, bahkan dinding rumah masih belum sempurna sehingga ketika hujan air masuk ke dalam rumah.
Tentunya hal ini sangat menyulitkan warga. Berdasarkan analisa dari fakta tersebut, akan membutuhkan waktu yang lama untuk pulihnya aktivitas produktif warga dusun Jambu kelurahan Kepuharjo. Sedangkan keberlangsungan pemberi bantuan tidak akan berlangsung lama. Dalam menejemen penanganan bencana alam seharusnya pemerintah memberikan perlindungan berupa kebijakan yang menjamin keberlangsungan hidup warganya. Seperti kepastian relokasi dan renovasi harus segara diputuskan dan juga bantuan sapi yang di janjikan harus segera diwujudkan
Namun yang terjadi di lapangan adalah pemerintah kurang responsive terhadap persoalan mendasar. Contohnya kebijakan tentang ganti rugi sapi yang mati ditentukan dengan birokrasi yang berbelit.
Dana pengganti sapi yang mati sudah ada di rekening masing-masing calon penerima namun masih dalam status blokir. Warga bisa mencairkannya dengan syarat mereka sudah mempunyai sapi pengganti. Tentu saja ini memberatkan warga. Pemerintah juga sampai saat ini belum menentukan jarak zona aman dari merapi, ini dijadikan alasan pemerintah dalam menentukan relokasi atau renovasi rumah warga yang hancur. Bahkan hunian sementara sampai hari ini belum ada aliran listrik dan air, bahkan dinding rumah masih belum sempurna sehingga ketika hujan air masuk ke dalam rumah.
Melihat fakta ini di lapangan, tentunya sangat memberatkan bagi masyarakat di sekitar. Sampai kapankah mereka terus begini?, upaya penganganan harus segera di tangani karena masyarakat sudah menunggu untuk diperhatikan. (Pit – YP).