I made this widget at MyFlashFetish.com.

Tuesday, June 28, 2011

Petani Karet dan Perjuangan Mempertahankan Eksistensi mereka di Daerah Pedalaman Kabupaten Ketapang, Kalimantan Barat


Petani Karet dan Perjuangan Mempertahankan Eksistensi mereka di Daerah Pedalaman Kabupaten Ketapang, Kalimantan Barat

Seiring dengan perkembangan, masyarakat di daerah khususnya masyarakat pedalaman (mereka petani karet) di daerah Pedalaman Kalimantan Barat, sering merasakan ketidakadilan. Sementara mereka ingin merasakan keadilan, dengan kata lain ada sebuah kesenjangan diantara para petani, mereka secara kerja sudah tersedia lahan atau kebun mereka. Tetapi yang mengharukan bagi mereka adalah keberpihakan harga yang terkadang memberatkan mereka. Di tingkat harga masih ada yang sengaja memainkan harga, secara khusus adalah pengusaha. Untuk sementara ini petani karet agak puas dengan adanya harga yang mulai berpihak. Sebagian besar petani menggantungkan hidup mereka kepada hasil karet.
Seperti saat ini harga karet di pasar dunia melambung tinggi, demikian juga harganya di tingkat lokal. Menurut pendangan para petani karet, dengan adanya sedikit peningkatn harga itu sangat membantu mereka untuk pemenuhan kebutuhan hidup mereka. Biasanya hasil dari penjualan karet digunakan sebagai biaya pendidikan anak-anak mereka melanjutkan pendidikan ke tingkat SMU dan Perguruan Tinggi. Seperti yang dialami saya, semasa kuliah sampai saat ini orangtua sangat tergantung dengan pertanian karet. Dari sekian banyak orang di kampung saya sebagian besar mereka sebagai petani. Ada beberapa poin penting bagi mereka petani karet untuk menyongsong masa depan yang lebih baik.
Pertama, secara global masyarakat di daerah pedalaman sebagai salah satu penghasil karet terbesar, karena secara keseluruhan mereka sangat mengarapkan ada perbaikan di tingkat mereka khususnya tarap hidup. Tarap hidup masyarakat di derah pedalaman kalbar, lebih khusus masyarakat Kabupaten Ketapang sangat membutuhkan perhatian dari berbagai pihak, dengan ansumsi dibutuhkan agen perubahan bagi mereka yang selama ini jarang atau bahkan tidak memperhatikan karet. Seperempat dari wilayah di KabupatenKetapang adalah kebun petani karet dan sisanya adalah lahan untuk berladang atau dapat diartikan sebagai petani padi. Dengan mengacu pada harga karet sekarang, mereka secara langsung dapat bertahan dengan semakin meningkatnya kebutuhan hidup.
Kedua, sebagai lahan yang ramah lingkungan, karet merupakan lahan yang dapat dikembangkan tanpa merusak lahan atau pencemaran lingkungan. Petani karet pada umumnya adalah mereka yang mengerti dan paham dalam bercocok tanam. Segala kebutuhan memberi harapan yng baik bagi lingkungan dimasa mendatang, mereka ikut menjaga lingkungan sekitar.
Ketiga, dengan peningkatan harga karet paling tidak mampu memberikan imbal balik kepada peningkatan perekonomian masyarakat di daerah.
Peningkatan tarap hidup khususnya para petani memang selayaknya perlu untuk mendapat dukungan dari berbagai pihak. Selain itu juga petani karet memberikan arti penting bagi petani lain untuk terus semangat dan terus berjuang di era ekonomi sekarang yang tidak menentu. Sebagai catatan kita semua, sumber pendapatan terbesar dari masyarakat pedalaman di Kabupaten Ketapang adalah petani karet. Perjuangan mereka perlu adanya suatu pengelolaan dan kebijakan nyata yang baik, untuk sementara ini Pemerintah daerah sudah mengarah ke ranah masyarakat khususnya petani karet. Tindakan nyata Pemda adalah dengan merealisasikan bibit karet dan membatasi perkebunan sawit dan pertambangan. Semoga saja petani karet berjaya di masa mendatang. (Pit-YP).
Photo dari : serikatpetanikaret.blogspot.com

MIaS, Edisi Mei 2011

MIaS edisi Mei 2011; mengupas antara lain ; Ongky Kasus Pertama perdagangan Orangutan di Indonesia.
Baca Selengkapnya di :

http://savegporangutans.org/docs/MIaS_May2011.pdf

Monday, June 27, 2011

Mengenal Makam Raja Tanjungpura Kabupaten Ketapang sebagai tempat Bersejarah Patut untuk Mendapat Perhatian



Letaknya tidak jauh dari kota Katapang, sekitar 5 km dari pusat kota. Kita dapat menjumpuai makam raja Tanjungpura dengan menggunakan kendaraan roda dua dan kendaraan roda empat. Menarik untuk mengenal Makam Raja Tanjungpura, hal ini berkitan erat dengan berbagai peninggalan bersejarah yang terdapat di wilayah ini.
Makam Raja Tanjungpura merupakan salah satu peninggalan bersejarah di kabupaten Ketapang. Makam raja kerajaan Tanjungpura ini merupakan salah satu peninggalan Kerajaan pada Jaman itu yang masih ada hingga saat ini. Hal ini terlihat dari berbagai jenis makam raja yang terdapat di lokasi tersebut. Peninggalan bersejarah ini menjadi nilai tersendiri yang tidak di nilai dengan uang. Konon kerajaan Tanjungpura sangat memiliki hubungan erat dengan kerajaan yang ada di Jawa. Hal ini terlihat dari banyaknya seperti kerajaan Pai Hua Yuan (pacitan), Ma Tung (Medang), Tan Pel (Tumapel), Hi Ning (Dieng), Jung La Yu (Ujung Galuh). Kerajaan Tanjungpura juga terpengaruh oleh agama Hidu dan agama Budha. Sedangkan makam raja kerjaan Tanjungpura terdapat motif dan ukiran kuno pengaruh dari masa kerajaan Majapahit.
Berdasarkan penuturan bapak Al. Yan Sukanda, Pemerhati Budaya, Etnomusikologi dan seni menyatakan: Tidak ada yang membantah bahwa, Kerajaan Tanjungpura adalah sebuah kerajaan besar di masa lalu. Namun Gambaran Kerajaan ini masih amat kabur. Sedikit sekali peninggalan bersejarahnya yang telah berhasil ditemukan dan dipecahkan maknanya. Saying sekali, bukti-bukti fisik tentang keberadaannya telah dan akan segera punah karena laju pembangunan berupa perusakan hutan. Saya yakin, banyak situs-situs bersejarah yang belum di temukan tersembunyi di bawah kerimbunan pepohonan hutan di wilayah kabupaten Ketapang. Di tanah jawa sangat padat penduduknya masih sangat banyak ditemukan situs-situs bersejarah.
Sedangkan menurut Tito P. Indrawan dari Yayasan Palung menegaskan bahwa, Tanjungpura, Maya, Tanjung Pasar itu adalah tempat-tempat jalur sejarah di Tanah Kayong. Selain itu juga, tempat ini terdapat wilayah rawa gambut yang banyak terdapat potensi hasil ikan air tawar. Setahu kami disekitaran ini terdapat lahan gambut dalam yang patut untuk diperhatikan oleh semua pihak.
Banyak orang tahu tentang makam Tanjungpura, tetapi jarang atau bahkan enggan untuk menelusuri lebih jauh. Sekitar sebulan lalu saya sengaja mendokumentasikan gambar papar Bedu salah seorang photographer Ketapang. Dia mengungkapkan ada yang menarik dari gambar yang dia abadikan, sangat terlihat sekali corak dan bentuk dari bentuk motif dan ukiran peninggalan masa lampau.
Hal ini menunjukkan bahwa sejarah warisan budaya yang tidak ternilai harganya terdapat pada makam ini. Sangat sayang jika kita semua tidak menjagannya dengan baik karena sebagai sejarah dan kelak menjadi tempat Wisata bagi banyak orang. (Pit- YP).
Photografer : Bedu-YP

Tuesday, June 21, 2011

Yayasan Palung Mengadakan Audiensi dengan Bupati



Tanggal 20 Juni 2011, Yayasan Palung dan sejumlah Ngo mengadakan Audiensi, bertempat di ruang rapat Bupati. Audiensi dengan tema: Upaya Penegakan Hukum dan Perlindungan Satwa. Tujuan dari kegiatan ini dengan harapan Ngo-Ngo bersama-sama Pemda dan dinas terkait untuk bekerjasama dalam proses penegakan hukum terkait banyaknya ancaman terhadap satwa dilindungi.
Selama tiga jam setengah berdiskusi dengan Bapak Drs. Hendrikus, M.Si. , banyak hal yang di bahas. Dalam kata sambutannya bupati berterima kasih kepada Yayasan Palung dan semua Ngo untuk mengadakan audiensi ini. Pada pertemuan ini semua Ngo berkesempatan untuk memaparkan dan mengusulkan terkait regulasi tentang kawasan konservasi, harapannya ada kerjasama dan dukungan dari pemerintah.
Ada tujuh (7) usulan dari semua Lembaga Swadaya Masyarakat yang tergabung, antara lain adalah sebagai berikut:
1. Dari tahun 2007 sampai sekarang belum ada penegakan hukum terkait perdagangan, pemiliharaan dan pembunuhan terhadap satwa dilindungi di Kabupaten Ketapang. Mengingat dari data Yayasan Palung tahun 2007-2011; sebanyak 215 pemiliharaan, hanya 90 satwa yang ditindak lanjuti itu pun hanya terbatas pada satwanya saja.
2. Mengharapkan kepada Pemerintah daerah untuk melasanakan pembangunan yang berbasis pada keadilan dan kelestrian lingkungan berkelanjutan.
3. Mengusulkan kepada pemerintah untuk tidak mengeluarkan ijin baru pembukaan lahan.
4. Mengarapkan produk hukum; hal ini menyangkut poin (1) tentang penegakan hukum.
5. Adanya dukungan dana dari Pemerintah; pendanaan ini dimaksudkan bagi rehabilitasi dan pelepasan satwa dilindungi dari kandang transit, mengingat saat ini belum ada Orangutan yang direhabilitasi kembali ke habitat aslinya. Saat ini ada 38 ekor Orangutan di kandang transit (data IAR). IAR sudah menyiapkan lokasi di Gunung Tarak dan lahan di Sungai Awan (masih terkendala ijin) untuk pelepasan Orangutan.
6. Adanya produk hukum tentang RTRWK menyangkut tata kelola dan tata ruang.
7. Mengajak perusahaan-perusahan (pertambangan dan perkebunan) untuk melakukan pengelolaan berdasarkan konsesi, perusahaan diwajibkan menyiapkan lahan untuk konservasi.

Ketujuh butir usulan tersebut mendapat sambutan baik dari bapak Bupati. Menurut beliau semua (Pemerintah dan Ngo-Ngo)harus berperan untuk membangun kabupaten Ketapang melalui sosialisasi (melalui pendampingan, penyadaran kepada masyrakat melalui Audio visual, misalnya pemutaran film lingkungan dan satwa) dan koordinasi tentang hal ini. Selain itu juga, secara khusus untuk lahan gambut hanya di perbolehkan untuk tanaman padi saja. Lebih lanjut Bapak Hendrikus menyatakan bahwa saat ini ada 1000 hektar Kawasan Nilai Konservasi Tinggi (KNKT) di Sungai Tengar dan menyiapkan 31 juta Hektar di pulau Sawi dan pulau Bawal. Tidak kalah pentingnya bupati menegaskan adanya Moratorium (penundaan/penangguhan ijin) bagi Perusahaan-perusahaan yang ada jika di kemudian hari melanggar ketentuan-ketentuan yang ada.
Kerjasama semua pihak merupakan salah satu harapan terbaik dari bapak bupati, beliau juga menginginkan adanya kesinambungan dari audiensi ini dan terus menerus untuk bersama mengadakan audiensi di kesempatan lainnya. Bupati ketapang menegaskan tidak akan memberikan ijin lagi untuk pembukaan lahan. Jika ada, itu hanya untuk perkebunan tebu dan jagung saja. Adapun yang hadir dalam acara Audiensi ini adalah Yayasan Palung, Yayasan Warisan, IAR, FFI, KKK(K3), Dinas Kehutanan dan dari media cetak yang ada. Kegiatan ini dimulai dari pukul 09.00 dan berakhir pukul 11.30 wib. Pertemuan ini sebagai langkah untuk bagaimana menghargai lingkungan dan membangun Ketapang secara bersama-sama dan berkelanjutan harap bupati. (Pit- YP).

Tuesday, June 14, 2011

Habitat Orangutan di Land Clearing, Kesedihan Tuan Pencinta Lingkungan



Area rimba gambut di hulu Sungai Sentap, Ketapang, Kalimantan Barat, dulunya merupakan tempat Habitat Orangutan (pongo pygmaeus) dan satwa lainnya seperti Kelasi, Kera (macaca fascicularis), Kelempiau (hylobates muelleri),beruk dan lutung kini tinggal kenangan. Berdasarkan Pantauan Yayasan Palung dan Yayasan Warisan di lapangan beberapa waktu lalu(13/06) menunjukkan keadaan area rimba gambut tidak lagi tersisa, hutan rawa gambut kini sudah menjadi lapang dan rata dengan tanah, hutan tidak lagi berdiri nan rimbun. Lokasi ini sudah dipastikan akan dijadikan perkebunan Sawit. Areal ini termasuk dalam hak guna usaha (HGU) PT. SKM.
Letak Sungai Sentap, persis di pinggiran jalan jalur Sungai Awan-Tanjung Pasar. Jarak tempuh sekitar 10 km dari kampung Sungai Awan atau sekitar 20 kilometer dari Kota Ketapang. Seperti yang kita ketahui area rimba gambut ini menyimpan sejarah, tempat ini merupakan permukiman kuno kisaran ratusan tahun silam, menyimpan kekayaan budaya tak ternilai. Berbagai pecahan keramik, piring dan tempayan pernah dijumpai.
Berdasarkan keterangan dari warga yang tidak mau disebutkan namanya, mengatakan; ada beberapa kali menjumpai Orangutan yang berkeliaran di dekat pemukiman kami, menurut mereka Orangutan tersebut mencari tempat dan makanan. Keadaan seperti ini menunjukan bahwa habitat Orangutan sudah tidak ada lagi. Yan Sukanda (46) etnomusikolog, pendidik, pemerhati kebudayaan, dan lingkungan hidup, Beliau menyatakan kesedihan saat di temui di Pedahasannya di hutan Dalong kemarin. Melihat keadaan hutan yang tidak tersisa kesedihan dan kegundahan datang dalam pikiran saya tegasnya.
Kesedihan ini bukan tanpa alasan, hilangnya hutan tersebut juga berimbas pada tumbuh-tumbuhan dan pohon (kayu) seperti tengkawang, asam lembawang yang termasuk pohon dan tumbuhan-tumbuhan ditanam masyarakat. Selain itu juga menurut beliau hilangnya hutan rawa gambut Sungai Sentap berdampak pada habitat Orangutan, hutan hilang, orangutan pasti hilang (punah). Kita tidak ada lagi hutan yang dapat menjadi obyek pengamatan, tahun sebelumnya kita masih dapat melihat sarang dan menjumpai Orangutan, sekarang tinggal kenangan.
Kesedihan senada di katakanan oleh Tito Indrawan (Manager Perlindungan Satwa dan Habitat Yayasan Palung), berdasarkan Survey Yayasan Palung dan Yayasan Warisan pada tahun 2010 menyatakan bahwa populasi Orangutan ada disana, kawasan tersebut menurutnya lebih cocok digunakan sebagai kawasan Konservasi bagi pemilik konsesi.
Hutan rawa gambut pada hakikatnya merupakan tempat yang paling nyaman bagi satwa dan tumbuh-tumbuhan untuk berdiam sebagai habitat mereka, tetapi kini tinggal kenangan, kemana lagi mereka sekarang?.(Pit- YP).

Monday, June 6, 2011

Kegiatan Rutin Masyarakat Manjau, Adat Nyelepit Taun’t (Nyapat Taun’t) sebagai Ucapan Syukur Panen






Pada tanggal 4-5 Juni 2011, di Desa laman Satong diadakan Kegiatan adat nyapat Taun’t (Nyelepit Taun’t) oleh masyarakat setempat. Kegiatan ini merupakan rangkaian kegiatan rutin masyarakat yang dilakukan pada saat memulai dan mengakhiri masa panen. Kegiatan ini dilaksanakan oleh seluruh masyarakat sebagai ungkapan syukur atas panen yang mereka peroleh dan rencana untuk berladang pada tahun berikutnya.
Seluruh masyarakat secara secara kompak untuk menyiapkan berbagai keperluan untuk kegiatan. Seperti misalnya setiap kepala keluarga atau rumah menyiapkan lemang (beras ketan yang di masak dalam buluh/ bambu) yang nantinya di bawa ke rumah adat. Segala keperluan adat di siapkan secara bersama-sama oleh masyarakat.
Kegiatan Nyapat Taun’t ini di gelar oleh masyarakat di rumah adat Laman Satong di Dusun Manjau di mulai pukul 07.00-23.00 wib, selanjutnya dilanjutkan pada keesokan harinya. Pada malam harinya masyarakat berkumpul di rumah adat untuk menerangkan adat-adat nyelepit taun’t. Kegiatan ini dimulai dengan ditandai oleh berkumpulnya para demong adat, tokoh masyarakat dan seluruh masyarakat untuk berkumpul dan makan bersama, selanjutnya para demong adat menerangkan adat nyapat taun’t sersebut dan menjelaskan maksud diadakan kegiatan ini.
Seperti terlihat dalam acara ini, berbagai kegiatan seperti adat seperti minum tuak di dalam tempayan, tuak dimasukkan kedalam tempayanyang sudah disiapkan. Tempayan tersebut diberi pipa dari bambu sebagai sedotan minuman di dalam tempayan tersaebut. Berbagai sesajian di siapkan untuk sang Duata berupa beras ketan dan beras bisa yang dimasak, lemang (beras ketan/pulut) yang dimasak di bambu dan sesajian lainnya seperti Kapur sirih, pinang dan rokok.
Menurut Bapak Yohanes Terang, salah satu tokoh masyarakat Manjau mengatakan kegiatan ini rutin dilakukan sebagai ungkapan syukur atas panen tahun lalu dan rencana untuk berladang selanjutnya. Kegiatan ini juga sebagai bentuk peduli masyarakat pada Sang Duata (Pencipta/ Tuhan), terhadap adat dan tradisi serta peduli dengan lingkungan sekitar . lebih lanjut beliau menegaskan, kegiatan ini sebagai bentuk kepedulian seluruh masyarakat untuk selalu bersyukur untuk selalu dilaksanakan.
Sebagai undangan dalam kegiatan ini Yayasan Palung berkesempatan untuk merekam dan mendokumentasikan kegiatan berdasarkan permintaan masyarakat. Untuk meramaikan acara Yayasan Palung diberi kesempatan untuk memutar film lingkungan di Manjau pada tanggal 30-31 Mei 2011. Pemutaran film dilakukan oleh Bedu Nugroho dan Tito Indrawan (Manager PPS Hukum Yayasan Palung). Selanjutnya pada tanggal 4-5 Juni 2011 kembali dilaksanakan pemutaran film lingkungan dan film hiburan, dari Yayasan Palung yang hadir dalam acara adat Agus Lebam, Petrus Kanisius, F. Wendy Tamariska dan Relawan Bentangor Yayasan Palung ( Reno dan Andi RebonK).
Kegiatan ini dihadiri oleh seluruh tokoh masyarakat Manjau, tamu undangan dan pejabat pemerintah. Acara ini berakhir sore Minggu dengan ditandai dengan menari bersama dengan diiringi musik dan tabuhan gendang dan gamalan sebagai penutup rangkaian acara. (Pit-YP).