A blog to cover orangutan conservation efforts in Kalimantan Barat (West Borneo), Indonesia.
Friday, March 18, 2011
Cerita dari Merapi, Yogyakarta; Lapar di berkah Merapi
Warga Dukuh Jambu kelurahan Kepuharjo, Sleman, Yogyakarta kehilangan mata pencaharian karena erupsi Merapi oktober 2010 lalu. Bencana ini mengakibatkan hampir seluruh lahan pertanian rusak tertimbun material vulkanik.
Sebelumnya, mata pencaharian sebagian besar warga adalah sebagai petani, peternak sapi dan penambang pasir. Setelah empat bulan bencana Merapi terjadi, aktivitas pertanian sudah bisa dicoba kembali. Namun untuk peternakan sapi belum bisa dilakukan karena bantuan penggantian sapi dari pemerintah belum direalisasikan. Sedangkan penambangan pasir juga belum bisa dilakukan karena banyaknya material pasir hasil erupsi merapi menyebabkan harga pasir dua sampai lima tahun kedepan tidak laku di pasaran. Kondisi ini menghambat sumber penghasilan warga.
Untuk kebutuhan pangan sehari-hari mereka bergantung pada nasi bungkus bantuan. Itupun mereka harus mengambilnya di barak pengungsian yang jarak tempuh dari dusun sekitar 3 kilometer. Tentunya hal ini sangat menyulitkan warga.
Berdasarkan analisa dari fakta tersebut di atas dan berdasarkan pantauan fakta di lapangan berdasarkan keterangan warga pada tanggal 24 Februari 2011, tentu membutuhkan waktu yang lama untuk pulihnya aktivitas produktif warga dusun Jambu kelurahan Kepuharjo. Sedangkan pemberian bantuan tidak akan berlangsung lama. Untuk itu penanganan pemerintah pasca bencana Merapi ini harus secepatnya terealisasikan. Bila penanganan yang cenderung bertele-tele ini terus terjadi, maka sampai kapankah warga harus menahan penderitaan ini? …
Namun yang terjadi di lapangan adalah pemerintah kurang responsive terhadap persoalan mendasar. Contohnya kebijakan tentang ganti rugi sapi yang mati ditentukan dengan birokrasi yang berbelit.
Dana pengganti sapi yang mati sudah ada di rekening masing-masing calon penerima namun masih dalam status blokir. Warga bisa mencairkannya dengan syarat mereka sudah mempunyai sapi pengganti. Tentu saja ini memberatkan warga. Pemerintah juga sampai saat ini belum menentukan jarak zona aman dari merapi, ini dijadikan alas an pemerintah untuk belum bisa menentukan relokasi atau renovasi rumah warga yang hancur. Bahkan hunian sementara sampai hari ini belum ada aliran listrik dan air, bahkan dinding rumah masih belum sempurna sehingga ketika hujan air masuk ke dalam rumah.
Tentunya hal ini sangat menyulitkan warga. Berdasarkan analisa dari fakta tersebut, akan membutuhkan waktu yang lama untuk pulihnya aktivitas produktif warga dusun Jambu kelurahan Kepuharjo. Sedangkan keberlangsungan pemberi bantuan tidak akan berlangsung lama. Dalam menejemen penanganan bencana alam seharusnya pemerintah memberikan perlindungan berupa kebijakan yang menjamin keberlangsungan hidup warganya. Seperti kepastian relokasi dan renovasi harus segara diputuskan dan juga bantuan sapi yang di janjikan harus segera diwujudkan
Namun yang terjadi di lapangan adalah pemerintah kurang responsive terhadap persoalan mendasar. Contohnya kebijakan tentang ganti rugi sapi yang mati ditentukan dengan birokrasi yang berbelit.
Dana pengganti sapi yang mati sudah ada di rekening masing-masing calon penerima namun masih dalam status blokir. Warga bisa mencairkannya dengan syarat mereka sudah mempunyai sapi pengganti. Tentu saja ini memberatkan warga. Pemerintah juga sampai saat ini belum menentukan jarak zona aman dari merapi, ini dijadikan alasan pemerintah dalam menentukan relokasi atau renovasi rumah warga yang hancur. Bahkan hunian sementara sampai hari ini belum ada aliran listrik dan air, bahkan dinding rumah masih belum sempurna sehingga ketika hujan air masuk ke dalam rumah.
Melihat fakta ini di lapangan, tentunya sangat memberatkan bagi masyarakat di sekitar. Sampai kapankah mereka terus begini?, upaya penganganan harus segera di tangani karena masyarakat sudah menunggu untuk diperhatikan. (Pit – YP).
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment