Oleh
: Petrus Kanisius dan F. Wendi Tamariska- Yayasan Palung
Kesumba
merupakan salah satu tumbuhan yang banyak terdapat di daerah tropis seperti
Indonesia, salah satunya terdapat di Sukadana, Kabupaten Kayong Utara. Biji
kesumba mengandung pigmen bixin (selaput biji kesumba) digunakan sebagai bahan
pewarna bagi para pengrajin tradisional di wilayah tersebut.
Di Indonesia,
pemanfaatan bixin hanya terbatas pada industri tekstil tradisional, sedangkan
aplikasi dalam industri lain belum banyak dikembangkan. Nama latin tanaman ini
adalah Bixa orellana L. Sedangkan
masyarakat Indonesia biasanya mengenalnya sebagai Kasumbo, Kasumba, Kasumba
keling, Kasombha atau Kasupa. Tumbuhan perdu ini memiliki tinggi 2-9 meter,
mempunyai daun tunggal bertangkai panjang, bentuknya bulat telur, ujung
runcing, pangkal rata kadang berbentuk jantung, tepi rata, panjang 8-20
centimeter, lebar 5-12 centimeter, dan warna hijau berbintik merah.
Bunga
tumbuhan ini berwarna merah muda atau putih, diameter 4-6 centimeter. Buahnya
seperti buah rambutan, tertutup rambut sikat berwarna merah tua atau hijau,
pipih, panjang 2-4 centimeter dan berisi banyak biji kecil berwarna merah tua.
Sedangkan di luar negeri pohon ini pun bisa
digunakan sebagai pewarna lipstick atau produk makanan. Suku Indian memakai
warna merah dari buah kesumba untuk mencegah sunburn, penolak serangga, dan
pewarna bibir. Di Indonesia kesumba biasanya dijadikan sebagai tanaman hias dan
mewarnai batik.
Gambaran Tentang Masyarakat Kabupaten Kayong Utara (KKU)
Masyarakat KKU sebagian
besar masih bergantung secara langsung terhadap hasil hutan dan tinggal di
kampung atau desa
yang memang berbatasan langsung dengan hutan. SDA di KKU sendiri saat ini masih
sangat mendukung untuk kehidupan sehari-hari mereka. Sebagai contoh, bahan baku hasil hutan
yang paling sering digunakan untuk keseharian masyarakat KKU seperti rotan, pandan,
bemban, nipah dan jenis paku-pakuan. Bahan baku tersebut digunakan untuk
membuat perlengkapan masyarakat setempat dalam aktivitas bertani ladang dan
menangkap ikan. Sehingga bisa dikatakan masyarakat KKU memang memiliki bakat akan daya seni untuk
membuat kerajinan secara tradisional.
Tradisi
menganyam ini memang diciptakan oleh masyarakat setempat sehingga saat ini
masyarakat di KKU (hampir di setiap desa) memiliki pengrajin-pengrajin tradisional. Tradisi yang
dimaksud berupa Adat Gawai dalam pernikahan. Agar bisa menikah, seorang
perempuan dalam masyarakat Melayu KKU diharuskan untuk bisa menganyam tikar dan sebagainya. Apabila tidak atau belum bisa menganyam
maka tak diperbolehkan untuk menikah. Begitu juga dengan pria, apabila tidak
bisa memotong kayu dengan baik maka tak diperbolehkan menikah.
Tradisi tersebut
saat ini secara perlahan namun pasti, sudah memudar karena arus perkembangan
masyarakat modern. Tapi walau demikian, trend berladang di dalam hutan masih
tetap berjalan karena hanya itu yang saat ini bisa menjadi sumber mata
pencaharian terbaik yang dimiliki oleh masyarakat di KKU.
Sejak industri
pekebunan sawit masuk ke wilayah KKU, sebagian besar masyarakat yang memang
memiliki pengalaman sebagai logger saat ini sedang berlomba-lomba untuk bekerja
di industri tersebut. Industri sawit sendiri di KKU tidak sebanyak seperti di
Kabupaten Ketapang.
Hutan-hutan
primer masih cukup luas, hal ini karena di dukung oleh penetapan kawasan
lindung terhadap hutan-hutan di KKU. Tapi tak menjadi jaminan kemudian hal ini
akan terus terjaga karena kawasan-kawasan hutan tersebut berhadapan dengan
sumber mata pencaharian masyarakat setempat untuk bertahan hidup (logger,
petani ladang).
68
prosen penduduk Kabupaten Kayong Utara merupakan nelayan dan petani sehingga
saat ini prioritas pembangunan kesejahteraan masyarakat oleh Pemda KKU
dijalankan lewat program budidaya pertanian dan kelautan/ perikanan,
berdasarkan data tahun 2010 - 2011. Mayoritas penduduk KKU merupakan suku
Melayu.
Kabupaten Kayong Utara dan Kabupaten
Ketapang secara administratif berada
dalam kawasan Taman Nasional Gunung Palung yang memiliki luas 90.000 ha. Taman
Nasional Gunung Palung dikukuhkan menjadi kawasan taman nasional pada tanggal
24 Maret 1990 melalui SK. Menteri Kehutanan No.448/Kpts-II/1990. Dengan demikian ekowisata merupakan salah satu
potensi yang terdapat di Taman Nasional Gunung Palung.
Berdasarkan
hasil survey lembaga GTZ Jerman mengenai indeks daya saing di Kalbar, Kabupaten
Kayong Utara mendapat peringkat I untuk kategori Persepsi Bisnis. Berada
diperingkat 14 untuk kategori Kinerja Ekonomi, peringkat 9 untuk kategori
investasi, peringkat 7 untuk kategori kinerja pemerintah, peringkat 8 untuk
kategori infrastruktur dan peringkat 11 untuk kategori dinamika bisnis.
Mengenal Pengrajin Tradisional KKU
Pengrajin tradisional KKU adalah penganyam tikar
pandan, lekar dari lidi nipah (hiasan, alas piring gelas, keranjang bakul,),
rotan (lemari, kursi dan meja), bambu (furniture dan hiasan bambu), daun nipah (atap daun). Umumnya produknya berupa
perlengkapan rumah tangga.
Kerajinan
tradisional saat ini bukan merupakan pekerjaan utama masyarakat setempat. Hal
ini dikerjakan secara sambilan. Beberapa dijual apabila ada yang memesan, cara promosi mereka masih terbatas pada pesan
dari mulut ke mulut dan beberapa digunakan sendiri oleh pengrajin/ pembuatnya.
Saat ini, pembeli dari hasil kerajinan mereka masih relaif sedikit.
Pembeli terdiri dari sanak saudara ataupun kerabat mereka yang tinggal di
kota Ketapang dan Pontianak serta beberapa kerabat dari kampung tetangga tepat
tinggal pengrajinnya. Pemesananpun tidak begitu banyak, paling banyak rata-rata
20 buah dari 1 produk dan itu hanya terjadi dalam hitungan rata-rata 1x1 tahun.
Sehingga hal ini tidak begitu menjanjikan bagi pengrajin tradisional setempat.
Hal yang sangat
diharapkan oleh para pengrajin tradisional di KKU adalah dukungan langsung dari
pemerintah maupun lembaga swasta ataupun NGO yang ada. Identifikasinya adalah
sebagai berikut; Promosi (pemasaran), tempat/ jaring pemasaran, peningkatan produktifitas dan kualitas produk, manajemen (organisasi dan pemasaran), modal kerja dan peralatan dan teknologi pendukung.
Daftar desa-desa
dampingan Yayasan Palung terkait
kerajinan tradisional masyarakat seperti ; Desa Pangkalan
Buton, Kec. Sukadana (pengrajin tikar pandan), Desa Sejahtera, Kec. Sukadana (pengrajin lekar lidi nipah), Desa Harapan Mulia, Kec.
Sukadana (Pengrajin Bambu), Desa Batu Barat, Kec. Simpang Hilir sebagai Pengrajin Pandan. Sedangkan daftar desa-desa
dampingan Dekranasda KKU atau Pemerintah Daerah terdiri
dari; Desa Alur Bandung, Kec. Simpang Hilir (Pengrajin
Pandan), Desa
Nipah Kuning, Kec. Simpang Hilir (Pengrajin Pandan).
Pemasaran
merupakan persoalan utama pengrajin tradisional KKU saat ini. Apabila ada
tujuan pemasaran yang jelas dan pasti, maka kerajinan tradisional akan menjadi
salah satu trend baru bagi mata pencaharian masyarakat di KKU. Semoga saja.
Sumber : Dari Berbagai Sumber
Foto kesumba, doc. /net, foto tikar dan pengrajin, doc. YP
Foto kesumba, doc. /net, foto tikar dan pengrajin, doc. YP