Pohon berganti menjadi Tunggul, Foto doc. Reno YP.
Saat
kami pohon dan hutan sekarang sudah berbeda dan berubah dengan waktu dulu. Dulu
tajuk-tajuk kami menjulang tinggi, rimbun, menjadi pelindung, penghias setiap
pandangan mata nan hijau, akar ku/kami sebagai peyerap resapan aliran air yang
membuat semua sahabat-sahabatku aman dan terjaga. Rimbunnya aku dengan hijaunya
aku menjadi keperkasaan yang berarti. Namun sekarang kami merintih, terus
terusik dan semakin sulit untuk berdiri
kokoh.
Persahabatan
dengan teman-teman kami saat dulu sungguh-sungguh terasa. Aman, tentaram,
bersahabat dan saling melindungi, saling bebicara dalam bahasa kami
masing-masing. Kicauan suara sahabat-sahabatku burung, sahutanan suara
orangutan, kelempiau dan suara teman-teman lainnya seperti manusia tinggal
berdampingan dengan seakan menjadi keabadian dan kedamaian yang sebenarnya
terus kami harapkan untuk terus berlanjut.
Akar,
pohon, ranting kami yang bercabang daun kami sangat banyak mendapat pujian
karena banyak membantu teman-teman kami serangga, burung, orangutan dan
teman-teman kami yang lainnya bisa terbantu dan tertolong. Kami dijadikan
sarang, dijadikan rumah dan dijadikan pelindung bagi seluruh teman-teman kami.
Hamparan
tumbuh dan sebaran kami dahulu tanpa rasa terganggu, dulu kami dipilihara
dengan setulus hati, dijaga, kami pohon terus
ditambah. Dari dulu memang kami mulai di tebang tetapi kami di tebang dan
dipotong saat kami sudah tua dan sudah renta. Kami dulu (pohon/hutan) walau
ditebang namun diganti dengan sesama kami seperti kayu ulin, bengkirai, benuah,
sengon, tengkawang, keruing, sesame kami kayu kapur lainnya.
Memang
dari dulu sampai saat ini kami sering sekali di bakar, di potong, di ambil
untuk mereka manusia membuat rumah. Namun waktu dulu, teman-teman kami manusia
masih saling toleransi, mereka terus menam atau
mengganti kami setelah kami diambil. Teman-teman kami manusia dulu juga
sangat menghargai kami, mereka masih mau memberi penghargaan dengan adat dan
budaya yang mereka miliki. Dulu juga mereka sangat patuh kepada kami.
Lain
dulu lain sekarang, saat ini kami pohon/hutan semakin terhimpit. Tidak hanya
terhimpit, kami juga terus terusik karena kami di potong, di bakar, di bakar
dan diganti dengan tumbuhan lain yang menyengsarakan bagi kami dan sahabat-sahabat
kami. Lahan kami di serobot, jerit tangis
sahabat-sahat kami orangutan, kelempiau, kelasi, kera, babi, rusa, kancil dan
burung semakin sulit bertahan. Kami sama-sama menderita saat ini. Kami digusur
untuk perkebunan, pertambangan, pertanian dan pembangunan. Rambut kami yanghijau
kami berubah menjadi tanaman pengganti. Kami sering disisir, tetapi membuat
kami kesakitan,tertindih, tergusur, membuat kami gerah dan semakin tersakiti. Kami
tidak bisa lagi membantu teman-teman kami seperti air, kami semakin sulit
melindungi dikala hujan tiba, kami semakin tersiksa dengan kami tidak bisa
melindungi teman-teman kami manusia saat banjir, longsor dan saat panas
menyengat kami tidak bisa melindungi.
Kini
kami sudah gundul, bersisir dan rambut kami yang hijau terus disisir, kini kami
menjadi tunggul-tunggul yang berbekas tetapi tidak sangggup lagi tumbuh dan
berdiri kokoh. Bahkan tanah tempat kami berdiam di gali berpuluh-puluh meter
bahkan beratus-ratus meter, di bor, saat rumah kami berupa tanah diambil, kami juga di tebang,
dipotong, dibuang dan terus menerus kami merasa semakin terusik dan tidak kuat
lagi untuk berdiri karena memang kami semakin dirambah, semakin diminati oleh
sahabat kami manusia yang sekarang sudah semakin lupa dengan kami
(Hutan/pohon). Kami hutan/pohon dan teman-teman kami di belantara rimba raya semakin
sulit bertahan, semakin meringis, terkikis dan semakin habis karena dusta
derita kepentingan sahabat kami manusia. Kami tidak berdaya lagi, meronta tidak
bisa berkata-kata. Sahabat kami manusia semakin lupa dengan jasa-jasa
keberadaan kami. Hijaunya kami dengan menjulang tinggi dulu sekarang tinggal
kenangan. Sahabat kami manusia semakin berlomba-lomba berjuang merampas hak
hidup kami, menyiksa kami, memusnahkan, memotong, membakar kami tidak
terkecuali sahabat-sahabat kami satwa dan semua yang ada bersama kami tinggal.
Kami khawatir, jika kami terkikis habis, sahabat-sahabat kami semua juga akan
sulit dan menderita.
Kini,
kami tinggal menyisakan tunggul-tunggul dan ranting-ranting kering yang tiada
berguna, kami tidak bisa lagi melindungi, kami tidak bisa menjaga
sahabat-sahabat kami. Kami masih ada tersisa tetapi semakin hari semakin
berkurang, semakin sulit membantu sahabat-sahabat kami semua termasuk sahabat
kami manusia. Kami sebenarnya bersedih, menjerit saat terhimpit terjepit,
meronta saat bencana tiba, tetapi kami bukan meronta tetapi menangis dan
berkata kepada sahabat kami manusia. Kami sebenarnya prihatin dengan perbuatan
sahabat kami manusia. Nasib kami tergantung dengan sahabat kami manusia. Kami
(Hutan/pohon, satwa dan teman-teman di belantara) berpesan, semoga sahabat kami
manusia mampu, mau dan bisa kembali menghargai, peduli bersama dengan kami. Kami
semua ingin tetap hidup sama seperti sahabat kami manusia.
@Ketapang,
Kalbar, 27/5/13.
By
: Petrus Kanisius “Pit”- Yayasan Palung
Tulisan yang sama juga dapat dibaca di :