I made this widget at MyFlashFetish.com.

Tuesday, May 28, 2013

Cerita Rintihan Pohon Menjadi Tunggul



Pohon berganti menjadi Tunggul, Foto doc. Reno YP.

Saat kami pohon dan hutan sekarang sudah berbeda dan berubah dengan waktu dulu. Dulu tajuk-tajuk kami menjulang tinggi, rimbun, menjadi pelindung, penghias setiap pandangan mata nan hijau, akar ku/kami sebagai peyerap resapan aliran air yang membuat semua sahabat-sahabatku aman dan terjaga. Rimbunnya aku dengan hijaunya aku menjadi keperkasaan yang berarti. Namun sekarang kami merintih, terus terusik  dan semakin sulit untuk berdiri kokoh.
Persahabatan dengan teman-teman kami saat dulu sungguh-sungguh terasa. Aman, tentaram, bersahabat dan saling melindungi, saling bebicara dalam bahasa kami masing-masing. Kicauan suara sahabat-sahabatku burung, sahutanan suara orangutan, kelempiau dan suara teman-teman lainnya seperti manusia tinggal berdampingan dengan seakan menjadi keabadian dan kedamaian yang sebenarnya terus kami harapkan untuk terus berlanjut.
Akar, pohon, ranting kami yang bercabang daun kami sangat banyak mendapat pujian karena banyak membantu teman-teman kami serangga, burung, orangutan dan teman-teman kami yang lainnya bisa terbantu dan tertolong. Kami dijadikan sarang, dijadikan rumah dan dijadikan pelindung bagi seluruh teman-teman kami.
Hamparan tumbuh dan sebaran kami dahulu tanpa rasa terganggu, dulu kami dipilihara dengan setulus hati, dijaga,  kami pohon terus ditambah. Dari dulu memang kami mulai di tebang tetapi kami di tebang dan dipotong saat kami sudah tua dan sudah renta. Kami dulu (pohon/hutan) walau ditebang namun diganti dengan sesama kami seperti kayu ulin, bengkirai, benuah, sengon, tengkawang, keruing, sesame kami kayu kapur lainnya.  
Memang dari dulu sampai saat ini kami sering sekali di bakar, di potong, di ambil untuk mereka manusia membuat rumah. Namun waktu dulu, teman-teman kami manusia masih saling toleransi, mereka terus menam atau  mengganti kami setelah kami diambil. Teman-teman kami manusia dulu juga sangat menghargai kami, mereka masih mau memberi penghargaan dengan adat dan budaya yang mereka miliki. Dulu juga mereka sangat patuh kepada kami.
Lain dulu lain sekarang, saat ini kami pohon/hutan semakin terhimpit. Tidak hanya terhimpit, kami juga terus terusik karena kami di potong, di bakar, di bakar dan diganti dengan tumbuhan lain yang menyengsarakan bagi kami dan sahabat-sahabat kami.  Lahan kami di serobot, jerit tangis sahabat-sahat kami orangutan, kelempiau, kelasi, kera, babi, rusa, kancil dan burung semakin sulit bertahan. Kami sama-sama menderita saat ini. Kami digusur untuk perkebunan, pertambangan, pertanian dan pembangunan. Rambut kami yanghijau kami berubah menjadi tanaman pengganti. Kami sering disisir, tetapi membuat kami kesakitan,tertindih, tergusur, membuat kami gerah dan semakin tersakiti. Kami tidak bisa lagi membantu teman-teman kami seperti air, kami semakin sulit melindungi dikala hujan tiba, kami semakin tersiksa dengan kami tidak bisa melindungi teman-teman kami manusia saat banjir, longsor dan saat panas menyengat kami tidak bisa melindungi.
Kini kami sudah gundul, bersisir dan rambut kami yang hijau terus disisir, kini kami menjadi tunggul-tunggul yang berbekas tetapi tidak sangggup lagi tumbuh dan berdiri kokoh. Bahkan tanah tempat kami berdiam di gali berpuluh-puluh meter bahkan beratus-ratus meter, di bor, saat rumah kami  berupa tanah diambil, kami juga di tebang, dipotong, dibuang dan terus menerus kami merasa semakin terusik dan tidak kuat lagi untuk berdiri karena memang kami semakin dirambah, semakin diminati oleh sahabat kami manusia yang sekarang sudah semakin lupa dengan kami (Hutan/pohon). Kami hutan/pohon dan teman-teman kami di belantara rimba raya semakin sulit bertahan, semakin meringis, terkikis dan semakin habis karena dusta derita kepentingan sahabat kami manusia. Kami tidak berdaya lagi, meronta tidak bisa berkata-kata. Sahabat kami manusia semakin lupa dengan jasa-jasa keberadaan kami. Hijaunya kami dengan menjulang tinggi dulu sekarang tinggal kenangan. Sahabat kami manusia semakin berlomba-lomba berjuang merampas hak hidup kami, menyiksa kami, memusnahkan, memotong, membakar kami tidak terkecuali sahabat-sahabat kami satwa dan semua yang ada bersama kami tinggal. Kami khawatir, jika kami terkikis habis, sahabat-sahabat kami semua juga akan sulit dan menderita.
Kini, kami tinggal menyisakan tunggul-tunggul dan ranting-ranting kering yang tiada berguna, kami tidak bisa lagi melindungi, kami tidak bisa menjaga sahabat-sahabat kami. Kami masih ada tersisa tetapi semakin hari semakin berkurang, semakin sulit membantu sahabat-sahabat kami semua termasuk sahabat kami manusia. Kami sebenarnya bersedih, menjerit saat terhimpit terjepit, meronta saat bencana tiba, tetapi kami bukan meronta tetapi menangis dan berkata kepada sahabat kami manusia. Kami sebenarnya prihatin dengan perbuatan sahabat kami manusia. Nasib kami tergantung dengan sahabat kami manusia. Kami (Hutan/pohon, satwa dan teman-teman di belantara) berpesan, semoga sahabat kami manusia mampu, mau dan bisa kembali menghargai, peduli bersama dengan kami. Kami semua ingin tetap hidup sama seperti sahabat kami manusia.    
@Ketapang, Kalbar, 27/5/13.
By : Petrus Kanisius “Pit”- Yayasan Palung       

Tulisan  yang sama juga dapat dibaca di : 


No comments:

Post a Comment