Sumatera Masih berselimut Asap, foto doc. remanews.com
“
Ekspor kabut asap, sering disebut akibat tangan-tangan tidak kelihatan”
Kabut
asap yang menurut informasi adalah yang terparah semejak 12 tahun terakhir.
Kualitas pencemaran udara melampaui batas normal yakni mencapai 460 Indeks
Standard Polusi udara (PSI) yang sangat berbahaya bagi aktivitas dan kesehatan.
Sumber asap dan kabut berasal dari kota Dumai, Riau tersebut sudah terjadi
sejak beberapa hari lalu, akibat dari sisa-sisa pembakaran lahan untuk
perluasan perkebunan kelapa sawit. Kabut asap ini juga menyebar di beberapa
kota di Sumatera dan Kalimantan, bahkan sampai ke Negara tetangga.
Sudah
pasti dan terus terulang, kabut asap akrab terjadi dan berulang dari tahun ke
tahun tanpa berhenti saat musim kemarau tiba dan pada saat pembukaan lahan
dilanjutkan dengan pembakaran untuk perluasan areal penanaman perkebunan sawit.
Buruknya kualitas udara dan kabut asap yang tebal (pekat) sebagai ancaman
(dampak langsung ditimbulkan-red), kembali mengganggu dan membahayakan berbagai
aktivitas masyarakat di berbagai sektor kegiatan dan tentunya juga pada
kesehatan yang sangat mengganggu dan berbahaya.
Jarak
pandang yang terhalang bagi para pengendara (mobil dan motor) dan transpotrasi
udara (pesawat-red) sangat terganggu akibat kabut asap ini. Tidak hanya itu, aktivitas
atau kegiatan rutin lainnya seperti perkantoran, sekolah dan berbagai aktivitas
lainnya menjadi terganggu. Salah satu Negara
tetangga telah terusik akibat kabut asap yang terjadi. Dua hari lalu
(18/6), Singapura melayangkan protes
akibat asap kiriman tersebut.
Ancaman
utama akibat kabut asap antara lain, pencemaran udara atau polusi udara yang
berpotensi terserang penyakit infeksi
saluran pernapasan akut (ISPA). Ancaman lainnya adalah rawan terjadinya
kecelakaan akibat jarak pandang terbatas akibat pekatnya kabut. Seperti
diketahui, Indeks Standard Polusi udara (PSI) tidak boleh melebihi batas angka
100 karena sangat berbahaya bagi kesehatan manusia, terlebih anak-anak.
Ekspor
kabut asap yang terjadi sering disebut akibat tangan-tangan tidak kelihatan.
Sudah barang tentu, sebutan tangan-tangan tidak kelihatan. Hal ini (kabut
asap-red) menjadi dasar pertanyaan siapa yang bertanggungjawab sesungguhnya. Secara
pasti semua tahu jawabannya. Ini menjadi sebuah dilema dan terus saja
terjadi.
Perluasan
areal secara besar-besaran seiring sejalan dengan mudahnya api membakar dan
menjalar di tambah areal tersebut hampir dipastikan kering kerontang di saat
musim kemarau tiba. Data analis BMKG menyebutkan, akibat lain dari semakin
tebalnya kabut asap yang terjadi di Dumai, Riau di sokong oleh angin siklon
tropis yang bergerak kencang membawa kabut asap melintasi berbagai wilayah
termasuk ke negara tetangga seperti Singapura.
Berdasarkan
data satelit NOAA18 di Kementerian Kehutanan, jumlah titik panas di Riau 148
titik, Jambi 26 titik, Kalbar 22 titik, Sumsel 6 titik, dan Sumbar 5 titik.
Hotspot juga terjadi di negara lain seperti Malaysia sebanyak 8 titik,
Thailand, Lao PDR, Vietnam, Cambodia 29 titik, dan Myanmar 17 titik.
Seperti
di Ketahui, wilayah hutan Riau yang terbakar adalah areal lahan hutan gambut.
Lahan gambut memiliki serabut-serabut dari akar yang menyebar pada dasar tanah
dan merambat, sehingga sudah dipastikan sangat menyulitkan upaya pemadaman. Dampak
lain dari dampak pembukaan lahan yang berujung pada kabut asap tentunya juga
berdampak bagi keberlangsungan habitat makhluk hidup termasuk keanekaragaman
hayati.
Kita
Sudah terlanjur diberi cap negatif sebagai negara pengekspor asap. Kabut asap
yang kerap kali terjadi dan terus terulang sejatinya bisa untuk diatasi dan
dipertanggung jawabkan oleh pihak-pihak yang memiliki kewenangan (pelaksana pembukaan
lahan-red) secara bijaksana. Kita Tidak hanya itu, pembatasan perluasan areal
menjadi cara dan langkah yang tepat. Apabila tidak, kebakaran terus terjadi dan
kabut asap terus akan berulang.
By
: Petrus Kanisius “Pit”- Yayasan Palung
Baca juga tulisan yang sama di :
No comments:
Post a Comment