Sejak dari dulu, nasibmu orangutan selalu terancam dan terus terusik dari tempat dimana engkau tinggal dan hidup. Hutan sebagai habitat,tempat hidup dan rumah mereka semakin kian terkikis habis akibat pembukaan lahan berupa hutan dan lahan semakin merajalela yang membuat nasibmu (orangutan-red) kian malang dan terus tergusur.
Nasib Orangutan dipelihara dan diburu dari perkebunan sawit, seharusnya mereka hidup bebas di hutan. foto doc. YP |
Orangutan hidup dialam bebas. foto dok. Laman dan YP |
Sudah semakin sering terjadi, fakta dan realiata
mempertontonkan dan menunjukkan kita bagaimana saat ini nasib orangutan semakin
memprihatinkan nasibnya. Areal strategis habitat mereka berupa hutan rimbun
sudah atau telah berubah fungsi menjadi padang gersang dan disulap menjadi
ladang pertambangan dan perkebunan. Hampir dipastikan pengaruh dan penyebab
utama orangutan kian terjepit dan sulit serta terhimpit.
Perluasan areal yang terus menerus dilakukan oleh
pemilik modal dan pemegang kebijakan seringkali menjadi sebuah dilema yang tak
kunjung terselesaikan terkait penghargaan nasib hidup orangutan dan satwa
lainnya yang mendiami hutan. Bahkan tidak hanya itu, janji manis dan selogan
area konservasi sering kali menjadi momok besar. Coba tengok saja, seberapa
besar dari hutan yang tergerus dan berapa besar area konservasinya. Bayangkan
saja, daya jelajah orangutan yang dapat dikatakan 1 individu memiliki daya
jelajah 1-2 hektar hutan. Dengan demikian, kawasan atau area konservasi bagi
perlindungan dan hidup satwa sangat terbatas. Nah saat ini, area konservasi
yang ada dan di haruskan ada hanya dapat dikatakan hitungan jari saja yang dimiliki oleh pemilik
perusahaan, tidak sebanding dengan luasan pembukaan yang terus meluas dan
terjadi setiap tahunnya.
pengangkutan kayu oleh perusahaan terus dilakukan, ruang gerak satwa berupa hutan semakin sempit. dok. YP |
Hutan
Kalimantan dan Sumatra selalu menjadi utama untuk terus digerus, bahkan hutan
Kalimantan yang katanya menjadi surga dan jantungnya Borneo sebagai tumbuh dan
berkembangnya satwa dan tumbuh-tumbuhan saat ini dan mungkin diwaktu yang akan
datang akan menyisakan cerita dan kenangan. Demikian juga yang terjadi di
Sumatra, Papua dan beberapa tempat lainnya di Indonesia, tajuk-tajuk
pepohonanan yang menjulang tinggi sudah semakin sulit berdiri kokoh. Bahkan
yang tersisa adalah hanya bekas tunggul-tunggul juga padang gersang dan padang
ilalang akibat berganti dan berubah fungsi.
Orangutan dilindungi tetapi tidak terlindungi. Hal
yang sama juga terjadi pada satwa-satwa lainnya. Konflik
yang terjadi antara Orangutan dengan perkebunan sawit dan pertambangan
cukup sering terjadi. Keberadaan orangutan yang mati di dalam kawasan atau diluar
kawasan ataupun yang berhasil diselamatkan dalam keadaan hidup. dari
kasus-kasus yang terjadi tersebut membuktikan bahwa masih minimnya
pengawasan terhadap perusahaan perkebunan ketika melakukan KA-ANDAL (Kerangka
Analisis Dampak Lingkungan). Seharusnya KA-ANDAL yang di susun harus
menyampaikn secara detail satwa apa saja yang terdapat di areal konsensi
tersebut. Akibatnya, informasi yang detail ini menyebabkan konflik antara
orangutan dengan perkebunan dan pertambangan tidak terhindarkan. Hal ini
diperparah dengan tidak adanya monitoring dalam pelaksanaan AMDAL itu sendiri.
Di
Kalimantan Barat, Selain
ancaman terhadap habitat Orangutan, juga berdasarkan monitoring yang dilakukan Yayasan
Palung pada tahun 2012 (Januari-November 2012)
terutama di wilayah pesisir, teridentifikasi 10 kasus pemeliharaan Orangutan di
pemukiman masyarakat. Ada beberapa kasus pemeliharaan Orangutan di pemukiman
masyarakat yang berbatasan langsung dengan areal perkebunan sawit, bahkan
ada beberapa individu Orangutan yang berasal dari areal
perkebunan sawit. Khusus di Kabupaten Ketapang, tahun
2012, setidaknya ada 17 orangutan yang diselamatkan baik dari tangan masyarakat
maupun dari kawasan perusahaan (data monitoring bersama Yayasan Palung dan IAR,
2012).
Potret
lainnya juga terjadi pada nasib burung enggang diburu paruhnya, bekantan diburu
untuk di konsumsi, harimau di kulit diambil kulitnya dan beberapa satwa lainnya
seperti trenggiling yang terus diburu diambil sisiknya, kejahatan tersebut
terjadi pada pertengahan tahun dan penghujung tahun 2012.
Pada
senin kemarin (15/7/13), ditemukan kasus kematian Gajah bernama Genk, Genk ditemukan
tewas mengenaskan terkena jerat tomka di Aceh Jaya, gadingnya di ambil. (sumber
berita, mongabay.co.id).
Lima
individu orangutan terjebak di di kawasan yang berhutan di dekat Desa Miau
Baru, Kecamatan Kong Beng, Kutai Timur, Kalimantan Timur. Kelima orangutan ini
terdesak dan tidak bisa berpindah tempat, setelah sekeliling mereka kini
gundul. Dari laporan lapangan yang disampaikan oleh Centre for Orangutan
Protection, kelima orangutan ini terdesak akibat aktivitas sebuah perusahaan
kelapa sawit, (21 juli 2013, data COP). Mungkin juga rentetan kasus-kasus
serupa ada terjadi dibeberapa daerah lainnya tanpa terekspose media.
Gajah mati terkena jerat tomka di Aceh Jaya. foto doc. Foto: Fakhrizan Mahyeddin, mongabay.co.id |
Sebuah
kepihatinan memang, jumlah lahan yang ada tidak bertambah jumlahnya. Sementara pembukaan lahan semakin sulit
diredam. Perambahan hutan secara legal dan ilegal dibeberapa kawasan di
berbagai penjuru di Negeri ini semakin memperparah dari nasib satwa dan tumbuh-tumbuhan
yang semakin sulit bertahan hidup akibat terus digusur dan terjebit.
Sebuah
harapan sejatinya sangat diperlukan perencanaan yang cukup matang dalam
penggunaan lahan yang terbatas tersebut agar dapat mengakomodir semua
kepentingan, kepentingan untuk usaha maupun kepentingan konservasi. Artinya,
semakin banyak aktivitas yang berkaitan langsung dengan habitat
orangutan maka akan mengganggu populasi orangutan di dalam kawasan hutan
sebagai rumah dan tempat hidup.
Ancaman
terhadap satwa dilindungi sermakin sering terjadi dan terus berulang. Sementara
penegakan dan aturan hukum terhadap pelaku kejahatan terhadap hutan dan satwa
dilindungi tidak kunjung ditegakkan. Permasalahan-permasalahan lingkungan juga
semakin sering mendera tidak hanya terjadi pada satwa namun juga berlaku pada
manusia. Bayangkan saja sudah berapa seringnya kita merasakan dampak longsor,
banjir dan bencana-bencana lainnya tidak terkecuali ancaman kekeringan dimusim
kemarau tiba akibat daya serap air sudah semakin menipis akibat semakin
berkurangnya jumlah hutan. Ibarat menegakan benang basah, sekelumit persoalan
lingkungan terus terjadi menuntut kepedulian semua tanpa terkecuali. Bila
tidak, maka sudah hampir pasti, hutan dan lingkungan semakin sulit bersahabat
dengan manusia. Demikian juga nasib hidup dari satwa dan tumbuh-tumbuhan
tinggal menunggu waktu dan diambang kehancuran dan kepunahan. Mudah-mudahan ada
langkah nyata dari semua pihak tanpa terkecuali. Semoga…
Tulisan yang sama dapat di baca di : http://regional.kompasiana.com/2013/07/23/potret-orangutan-dan-satwa-dilindungi-nasibmu-kian-malang-terus-tergusur-dan-semakin-terjepit-terhimpit-579170.html