I made this widget at MyFlashFetish.com.

Monday, October 29, 2012

Keliling Desa, Putar film Lingkungan Sekaligus Sosialisasikan Satwa Dilindungi



Senin (22/10), kami dari Yayasan Palung berkeliling ke Kecamatan Tayap untuk melakukan pemutaran film lingkungan sekaligus mensosialisasikan satwa dilindungi. Dua hari kami berada di Kecamatan Tayap, kami berkeliling di dua desa. 
Foto 1 : Saat Pemutaran Film Berlangsung, tampak antusias dari masyarakat untuk menyaksikan
                               
Desa pertama yang kami kunjungi adalah desa Sepakat Jaya. Desa ini merupakan desa yang baru, buah dari pemekaran Desa Nanga Tayap. Sebagai desa yang baru, pemutaran film dan sosialisasi sangat cocok dilakukan di desa ini. Mengingat wilayah tersebut belum masuk perkebunan dan pertambangan. Desa Sepakat Jaya juga merupakan desa yang bersebelahan dengan salah satu hutan lindung. 
 Foto  2 : Persentasi sosialisasi satwa-satwa dilindungi di Tanah Kayong

Salah satu hutan lindung di tempat ini termasuk kawasan hutan yang tersisa dan cukup baik bagi keberadaannya berupa keberagaman biodiversty (keanekaragaman hayati) dan satwa dilindungi seperti orangutan (Pongo pygmaeus), bekantan (Nasalis larvatus), kelimpau (Hylobates muelleri), kelasi (Presbytis rubicunda), beruang madu (Helarctos malayanus), trenggiling (Manis javanicus), kukang (Nycticebus sp), Enggang Gading (Buceros rhinoceros vigil) dan satwa-satwa lainnya  masih cukup terjaga. 
 Film lingkungan yang kami putar, berupa film dokumenter. Adapun film yang kami putar adalah Hari esok yang menghilang, Indonesia diambang kepunahan. Film dokumenter ini bercerita tentang alam Indonesia berada dalam kekhawatiran akibat pembukaan lahan. Sedangkan film hiburan, kami putarkan film Duyung. Film Duyung bercerita tentang pentingnya menjaga lingkungan khususnya peduli dengan sampah. Sebelum pemutaran film, terlebih dahulu kami menampilkan slide berupa foto-foto hasil temuan di lapangan dan penjelasan singkat tentang penyebab-penyebab kerusakan hutan dan lingkungan yang terjadi. Penjelasan singkat disampaikan oleh Manager tim kampanye dan perlindungan Satwa Yayasan Palung, Edi Rahman.

Hari kedua, pemutaran film kami lakukan di desa Sungai Kelik. Desa Sungai Kelik seperti diketahui merupakan sentral karena desa ini menjadi tempat persinggahan bagi banyak orang yang  dari perkebunanan dan perusahaan kayu. Selasa (23/10), kami melakukan pemutaran film di malam harinya. Film yang kami putar pun sama dengan film yang kami putar sebelumnya. Di Desa Sungai Kelik keterancaman hutan dan satwa dapat dikatakan sangat tinggi. Hal ini dikarenakan wilayah tersebut terkepung di antara perkebunan dan perusahaan kayu yang sudah lama beroperasi. Selain itu juga, Desa Sungai Kelik menjadi daerah yang rawan saat musim penghujan tiba. Satwa-satwa dilindungi banyak yang diburu oleh pemburu dari masyarakat setempat dan dari luar wilayah.    


Foto  3: Mobil perusahaan pengangkut kayu melintas di jalan, Desa Sungai Kelik 

Pemutaran film lingkungan dan sosialisasi satwa dilindungi menjadi perhatian kami (Yayasan Palung- red), mengingat perlunya menyampaikan informasi kepada masyarakat banyak terkait UU RI No. 5 tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya. Berdasarkan Undang-undang no. 05 tahun 1990 pasal 21 ayat 2 dan Undang-undang no. 40 ayat 2 menyebutkan: setiap orang dilarang, menangkap, membunuh, mengkonsumsi memperniagakan satwa dan tumbuh-tumbuhan yang dilindungi  baik dalam keadaan hidup ataupun mati. Apabila melanggar akan di pidana  5 tahun penjara dan denda Rp 100.000.000.  

 Hermawan, selaku Kepala Desa Sungai Kelik menyambut baik dengan diadakan pemutaran film lingkungan dan sosialisasi satwa dilindungi. Hal ini menjadi penting karena masyarakat perlu tahu dan terbuka pikiran dengan begitu banyaknya fakta yang terjadi terkait semakin meningkatnya kerusakan hutan dan satwa dilindungi semakin terancam. Lebih lanjut menurutnya, kesadaran itu lahir dari diri sendiri. Segencar dan sehebat apapun kita melakukan sosialisasi atau semacamnya jika kesadaran dari diri sendiri tidak ada, maka semua itu akan sia-sia. Herman juga mengatakan selama hidupnya paling tidak tega untuk membunuh binatang, karena menurutnya dia sangat senang dengan binatang.



Foto 4 : Kayu-kayu berdiameter besar yang dibawa mobil perusahaan, sedikit banyak berpengaruh pada semakin kritisnya hutan di Kalimantan
 
Trie Nugroho, Assisten tim kampanye dan perlindungan satwa dari Yayasan Palung mengatakan, kesadaran dan keinginan masyarakat akan perubahan terhadap lingkungan bersahabat sebenarnya telah dimiliki oleh masyarakat di sekitar perkebunan sawit dan perusahaan kayu skala besar ini. Akan tetapi terkadang keluhan dan aspirasi masyarakat sangat kurang mendapatkan respon dari para pemangku kebijakan. Sehingga wajar jika masyarakat hanya tinggal berdiam diri dan terpaksa mengikuti alur kehidupan yang sudah rusak di tempat mereka sendiri. Ibarat terjajah di tanah kelahiran sendiri, dan di jajah oleh sesama di negeri sendiri.

 Kegiatan yang kami laksanakan tersebut berjalan dengan lancar dan mendapat sambutan baik dari masyarakat. Menurut Kepala Desa, kegiatan semacam ini sebagai pengetahuan baru bagi masyarakat dan sangat menghibur. Mereka berharap dilain waktu ada lagi kegiatan semacam ini. Keesokan harinya kami kembali pulang menuju Ketapang. 
Petrus Kanisius “Pit”- Yayasan Palung


No comments:

Post a Comment