Logo Peringatan Hari Bumi, 22 April. Foto doc. Internet
Bumi
semakin sekarat. Panasnya bumi terasa menyengat dan membakar, cuaca sulit
diprediksi, bencana tidak kunjung henti melanda dan terus berulang dan tidak
kunjung berhenti, hutan semakin rusak dan semakin terkikis, manusia, satwa
serta tumbuh-tumbuhan kian sulit bertahan secara berlanjut. Semua makhluk hidup
di bumi dihadapkan dengan berbagai tantangan dan persoalan terkait keadaan bumi
kita saat ini yang sakit akut akibat perbuatan dan perilaku manusia.
Refleksi,
perbuatan nyata dan berbagai langkah menjadi pilihan. Fakta dan realita saat
ini, bumi semakin tidak bersahabat dengan sesamanya demikian juga dengan
manusia berprilaku dengan bumi. Tanpa sadar atau tidak sadar sikap dan perilaku
kita terhadap bumi menunjukkan ketidakserasian lagi, penghargaan bagi sesamapun
(bumi dan manusia) begitu mulai kendur dan memudar. Manusia semakin sulit untuk
menghargai adat, budaya dan tradisi yang sedikit banyak memiliki andil dan
pengaruh terhadap keberlangsungan nasib bumi ini. Banyak fakta yang menjadi
contoh nyata yang menggambarkan bumi mengalami sakit parah, semakin sekarat
akibat tangan-tangan manusia yang kelihatan dan tidak kelihatan.
Semakin
bertambahnya populasi manusia berimbas pada tindakan dan perbuatan. Semakin bertambahnya
kendaraan berdampak pada polusi asap knalpot yang tidak lain dapat mencemari
(pencemaran) udara, demikian juga halnya dengan semakin bertambahnya
pabrik-pabrik besar. Hal serupa juga terjadi ketika pembukaan lahan secara
besar-besaran yang selanjutnya mereka bakar/terbakar dan berimbas pada
peningkatan suhu bumi. Mencairnya es di Kutub Utara menjadi tanda kuat bahwa
bumi semakin sakit parah.
Perilaku
manusia yang semakin sulit untuk bersahabat dengan bumi dan alam semesta ini
juga terlihat ketika manusia sudah tidak bijaksana dan tidak peduli lagi dengan
lingkungan sekitar. Sudah tidak heran, semakin menumpuk/bertambahnya jumlah
sampah menjadi tanda semakin berkurang/kurangnya kesadaran manusia. Sehingga
tidak jarang, bencana banjir yang kerap kali menghampiri tidak terlepas dari persoalan ini.
Peningkatan
laju kerusakan hutan menjadi dasar kuat bumi semakin kritis dan semakin
terkikis. Pembabatan hutan di Indonesia secara besar-besaran dari tahun ke
tahun menjadi faktor utama. Hutan yang rusak tidak tanggung- tanggung, setiap
tahunnya 1.315.000 ha atau dengan perhitungan setiap tahunnya luas areal hutan
berkurang sebesar satu prosen (1%) berdasarkan data yang dikeluarkan FAO. Data dari
berbagai lembaga lingkungan menyebutkan,
kerusakan hutan mencapai 1.600.000 – 2.000.000 ha per tahun dan lebih tinggi
lagi data yang diungkapkan oleh Greenpeace, bahwa kerusakan hutan di Indonesia
mencapai 3.800.000 ha per tahun. Kerusakan
hutan atau semakin hilangnya hutan tidak lain karena disebabkan oleh aktivitas penebangan
liar atau illegal logging, pengerukan
untuk tambang dan minyak bumi, perkebunan dengan skala besar dan pembangunan
menjadi semakin bertambahnya hutan dimusnahkan. Kerusakan hutan sudah pasti
mempersulit tumbuh dan berkembangnya keanekaragaman hayati berupa habitat dan
populasi satwa. Hutan sebagai tempat mereka tinggal semakin sempit, terhimpit
dan terus terkikis habis.
Bukti
nyata dengan semakin rusaknya bumi ini, sudah barang tentu menjadi tanda bahwa
bumi sudah semakin sulit untuk bertahan dan menanggung beban yang semakin
berat, bahkan bumi sebenarnya sudah sangat renta dan tidak layak untuk dihuni
lagi.
Aksi
nyata dan berbagai upaya untuk bumi sudah sepatutnya dilakukan secara berlanjut.
Banyak cara yang dilakukan oleh berbagai pihak untuk mencegah dan menyelamatkan
bumi dari sakit. Telah banyak juga dilakukan oleh berbagai lembaga, pemerintah
dan berbagai kalangan yang peduli dengan bumi dan lingkungan ini. Namun tidak
cukup oleh sebagian saja, perlu perhatian bersama dan semua untuk merawat bumi
ini. Bukankah kita sadar bahwa begitu banyak kita mendapatkan limpahan dan
manfaat dari keberadaan bumi ini. Apakah kita masih selalu ingin menerima tanpa
menabur dan menanam serta memilihara bumi ini?. Keberadaan bumi tergantung pada
kita semua. Bumi semakin tua, semakin renta dan bumi semakin sekarat. Apabila ingin
bumi masih bertahan lama, berarti berupaya agar ada tumbuh kesadaran untuk
memilihara/merawat, menjaga dan menam kembali. Semoga saja… Selamat hari Bumi
22 April 2013, mari selamatkan bumi untuk kehidupan yang lebih baik dan
berlanjut serta lestari. Salam lestari!!!!...
Tulisan ini juga dapat
dibaca di : http://green.kompasiana.com/polusi/2013/04/22/refleksi-hari-bumi-22-april-2013-bumi-semakin-sekarat--553546.html
By:
Petrus Kanisius “Pit”- Yayasan Palung
No comments:
Post a Comment