Memulai
langkah pertama dalam perjalanan atau berjalan dalam hidup ini tidak hanya kita
rasakan saat masa-masa kanak , namun kita semua dihadapkan dengan sebuah
langkah pertama dalam tatanan kehidupan masa kini. Langkah awal ada yang
menyebutnya langkah untuk memulai semua dalam menjalani hidup ini belum/tidak
kunjung berahir dan terus berlanjut.
Langkah
awal sebagai permulaan, memulai, mencoba, menapaki langkah demi langkah memang
begitu membebani, sulit dan amat berat. Ada yang berkata berbicara memang lebih
mudah dari pada mempraktekkannya atau melaksanakan/melakukan. Setiap langkah
tidak luput dari rintangan, halangan, tantangan, hambatan atau apapun itu
namanya, semua langkah awal dalam perjalanan sungguh amat terasa. Dalam hidup ini, kita semua mengalami pahit,
manis dan cucuran keringat dan derai air mata, namun ada juga yang mulai dan
memulai dengan langkah tangis bahagia dan tidak tanpa beban.
Langkah
awal hidup sejatinya sebuah asa (harapan), tetapi juga sebuah dilema dan
problematika jika sukar atau sulit untuk di selesaikan atau dijalankan. Potret
lengkap tentang kehidupan sudah sangat terasa dan tampak jelas di Negeri ini.
Langkah awal memulai sesuatu apapun itu, dimulai digeluti dan terus digeluti
langkah demi langkah. Dimulai dari langkah para pejuang yang berjuang,
bergerak, bertempur di medan Tempur demi perjuangan meraih kemerdekaan.
Kemerdekaan di Raih, namun lagi-lagi, langkah demi langkah harus dimulai lagi dengan
langkah awal. Mengapa demikian?. Sebuah pertanyaan sekaligus sebagai ungkapan,
Negara ini sudah lama merdeka akan tetapi terus berjuang dan terus berperang
melawan musuh-musuh yang sampai kapanpun kita belum tahu kapan berakhirnya.
Musuh-musuh itu tidak lain:
Pertama,
Semangat Melawan Kebodohan dan kemalasan; Kebodohan dan kemalasan merupakan dua hal
dalam hidup ini yang menjadi momok (akar permasalahan), bodoh atau kebodohan
dan kemalasan adalah karena keadaan dan kondisi yang menentukan. Banyak contoh
kasus terkait hal ini. Salah satu contohnya, banyak di daerah-daerah pedalaman
(wilayah, dari Sabang sampai Merauke)
negeri ini sampai saat ini belum sepenuhnya tersentuh oleh dunia pendidikan. Di
wilayah pedalaman yang kita ketahui memang tingkat pengetahuan tentang semua
hal sepertinya dan yang lebih pastinya belum maksimal. Pemerataan akan hak-hak
pendididikan bagi anak di pedalaman dalam memperoleh akses informasi dan
pengetahuan sangat terbatas. Mereka belajar alakadarnya (seadanya) saja,
tentunya terkait pengetahuan mereka yang mereka peroleh. Bahkan yang sangat
menyedihkan, mereka tidak ada tempat untuk belajar yang layak. Berbeda dengan
nasib teman-teman mereka di kota, mereka dilengkapi segala fasilitas yang serba
mendukung dan terus didukung. Sebuah catatan penting terkait hal ini, kebodohan
di daerah pedalaman bukan tanpa sebab, mengingat ada perbandingan terbalik, perbandingan
terbaliknya adalah soal semangat. Semangat antara orang pedalaman dan semangat
orang kota dalam mengenyam pendidikan. Di daerah pedalaman Kalimantan dan
Papua, tetapi juga mungkin terjadi di daerah-daerah lain tanpa terkecuali. Mereka
menempuh berkilo-kilo meter dan
berjam-jam waktu untuk mencapai di mana tempat mereka belajar (sekolah), namun
mereka dari hari ke hari terus melakukan dan menjalankan tanpa kenal lelah. Ada
yang sudah diperhatikan dan ada juga yang masih terpinggirkan dari nasib
mereka. Berbeda dengan anak-anak di kota, mereka cenderung ada yang enggan dan
sulit untuk dan mau bersekolah. Ada yang bersekolah namun asal-asalan (asal
sekolah saja) dan cenderung gengsi-an satu dengan yang lain (berlomba-lomba
pamer kebolehan dan kehebatan tetapi bukan ilmu / pelajaran melainkan kehebatan
mereka untuk saling serang, saling adu jotos, saling bermalas-malasan dan
sekelumit persoalan sex pranikah di bangku sekolah. Sebuah ironi memang, hidup
dalam keterbatasan nun jauh di pedalaman untuk mengenyam pendidikan namun
dipenuhi oleh semangat yang tak kunjung padam untuk meraih mimpi nyata. Berbeda
dengan anak-anak di daerah kota, ada banyak diantara mereka yang malas atau dapat dikatakan (hanya sekedar asal
sekolah saja), tetapi ada juga yang benar-benar memanfaatkan waktu sekolah dan
fasilitas dengan baik dan bijaksana serta berprestasi. Sebuah langkah awal
dibutuhkan dalam memerangi /melawan Kebodohan dan kemalasan.
Kedua,
Sosial dan Ekonomi masyarakat; Sebuah capaian
kehidupan masyarakat dalam sebuah negara adalah dilihat dari aspek sosial
masyarakat dan ekonominya dalam perilaku dan pencapaian sosial ekonomi
masyarakat dalam sebuah Negara pula. Kehidupan social ekonomi masyarakat saat
ini serba komplit (Yang kaya semakin kaya dan Si miskin semakin miskin),
kesenjangan tidak kunjung henti. Berbagai upaya dilakukan tidak kalah menggema
dilakukan oleh berbagai pihak untuk menghatasi hal ini namun ketimpangan terus
berlanjut. Tingkat kriminalitas semakin memuncak, kesadaran semakin memudar dan
hukum semakin dilanggar dengan tindakan pengambilan hak yang bukan haknya. Jerit
tangis dan gema teriakan terus bergelora saat si miskin sakit menahan beban
yang semakin bertambah. Semua contoh terkait keadaan sosial dan ekomomi
masyarakat beserta permasalahannya tersusun, tersaji di beberbagai media saban
hari. Hamper semua media menampilkan kriminalitas,kesenjangan sosial,
kemiskinan dan tingkat ekonomi masyarakat yang cenderung merosot. Realita kehidupan dan fakta terjadi. Sementara yang kaya semakin merajalela
dan berkuasa, si miskin semakin miskin melarat dan sekarat. Keadilan Sosial
bagi seluruh masyarakat berganti penguasaan bagi seluruh rakyat yang membuat masyarakat
semakin sulit menghadapi situasi yang serba tidak menentu.
Ketiga,
Pudarnya penghargaan dan perlakuan terhadap lingkungan sekitar (alam raya/bumi
pertiwi) dan adat tradisi ; Sudah barang tentu ini
sudah menjadi persoalan semua dan bersama, lingkungan semakin tidak terjaga,
hutan semakin terkikis dan adat tradisi semakin ditinggalkan. Lingkungan semakin
terluka dan tersakiti sehingga berimbas pada berbagai bencana yang terjadi.
Ribuan bah kan berjuta hutan ditebang, digusur dan digerus membuat satwa dan
makhluk hidup yang mendiami semakin terhimpit dan terjepit. Semakin meluasnya
pembukaan lahan semakin mempersulit tatanan kehidupan ini untuk aman dan
nyaman. Demikian juga halnya dengan adat dan tradisi yang semakin hari semakin
ditinggalkan. Masyarakat kebanyakan (masyarakat modern) lebih memilih tradisi
baru dengan mengganti tradisi lama yang cenderung merubah pola penghargaan
terhadap lingkungan dan tradisi lokal menjadi tradisi hura-hura dan tradisi poya-poya. Sudah semakin
jarang ditemukan pola prilaku masyarakat yang memilihara adat dan tradisi lokal.
Sampai saat ini penghargaan terhadap lingkungan sekitar sudah/telah berganti
dengan perlakuan serba acuh tak acuh dan menghargai, menindas dan menipu demi
pencapaian dan penguasaan alam/ hutan. Tradisi penguasaan diatas penderitaan
masyarakat yang lemah semakin terbukti dengan semakin berkembangannya tradisi
konflik. Langkah awal hidup sudah semakin gontai dan berganti dengan keadilan
sosial bagi yang memilki modal dan yang memiliki kekuasaan/kuasa. Sehingga sudah
barang tentu alam raya /bumi/ hutan semakin menjerit kesakitan dengan tangis
mereka berupa bencana, tradisi semakin terpinggirkan dan masyarakat lokal semakin tersingkir.
Ketiga
musuh tersebut merupakan bagian-bagian yang sering berkecamuk dan sering muncul
di permukaan dan masih banyak lagi persoalan lainnya. Fakta dan realita hidup
dari langkah awal dalam hidup tidak kunjung berakhir atau diakhiri. Cerminan
hidup, langkah hidup dan akhir hidup sepertinya belum berakhir,tantangan demi
tantangan, perjuangan demi perjuangan tiada henti berjalan dari setiap detik
dan setiap gerak langkah. Segala upaya dan usaha dilaksanakan, berbagai solusi
dan tawaran silih berganti menambal sulam problematika hidup ini namun
lagi-lagi belum sepenuhnya terselesaikan bahkan cenderung semakin memperuncing
dan memperumit persoalan yang terjadi.
Keberagaman,
kebersamaan, penghargaan dan pengertian satu dengan yang lain sudah semakin
sulit untuk menyatu. Keserakahan kian merajai, pemerataan berganti penguasaan,
damai berganti konflik dan kesenjangan semakin tumbuh berkembang menciptakan
masyarakat kecil semakin antipasti. Hidup memang selalu dihadapkan dengan
langkah awal dan sikap tidak pernah puas dalam menjalani hidup ini sehingga
segala rasa dan semua ingin dikuasai semua tanpa melihat kedepan. Alangkah indahnya
di negeri ini dalam setiap langkah awal dalam menjalani hidup ini untuk sama rasa, sama berbagi, sama
pengharapan dan sama kebersamaan bagi semua tanpa tangis dan derita. Semua
tergantung pada kesadaran diri sendiri dari masing-masing pribadi pula. Namun
mampu dan maukah kita ???.... semoga saja….
Baca
juga tulisan yang sama di: http://lifestyle.kompasiana.com/catatan/2013/04/05/hidup-langkah-awal-akhir-kita-belum-berakhir-548163.html
By
:Petrus Kanisius – Yayasan Palung
No comments:
Post a Comment