I made this widget at MyFlashFetish.com.

Monday, March 25, 2013

Jaringan Pengrajin HHBK Se KKU Bertemu, Pengrajin Ditantang Produksi 500 tikar per hari

Foto 1 : Para pengrajin bertemu dan mendengarkan presentasi kerapian anyaman. doc. YP

Foto 2 :  Aneka anyaman tikar dr pandan (produk dari hasil hutan bukan katu/HHBK  oleh pengrajin. doc. YP
Selasa pekan lalu (19/3), para pengrajin HHBK se KKU bertemu di Pusat Pendidikan Bentangor Pampang Center, Desa Pampang Harapan.  Bertemunya jaringan pengrajin tersebut membahas tentang harapan dan masa depan bagi para pengrajin terkait adanya info pasar lokal atau pembeli lokal yang siap menampung hasil kerajinan para pengrajin 500 tikar per hari.

Angin segar terkait adanya pembeli lokal tersebut didapat dari mitra kerja Yayasan Palung, Endro Setiawan, dari Balai Taman Nasional Gunung Palung (BTNGP). Berdasarkan informasi tersebut, Endro mengajak Yayasan Palung untuk mengajak para pengrajin bertemu. Para pengrajin Hasil Hutan Bukan Kayu (HHBK) di Tanah Kayong khususnya di Kabupaten Kayong Utara bertemu terkait bagaimana para pengrajin harus bisa mencari strategi agar para pengrajin mampu mencapai target dengan memproduksi 500 tikar  setiap harinya.
Foto 3 : Para ibu-ibu pengrajin tikar saat menganyam, doc. YP
Saat ini, para pengrajin atau kelompok pengrajin binaan Yayasan Palung tersebar di beberapa desa di Kabupaten Kayong Utara. Para pengrajin tersebar seperti di Desa Batu Barat, Desa Pangkalan Buton, Desa Harapan Mulia dan Desa sejahtera.   

Pengrajin tikar yang secara rutin menganyam tersebar di Desa Batu Barat, Kec. Simpang Hilir dan di Desa Pangkalan Buton di Kec. Sukadana. Hingga kini, mereka rutin memproduksi kerajinan tikar dalam seminggu mampu menganyam 7-10 tikar berukuran besar dan bisa lebih banyak jika berukuran kecil. 

Informasi permintaan anyaman tikar, pembeli tikar dalam hal ini menginginkan para pengrajin untuk menganyam tikar tanpa motif atau warna, dengan kata lain pembeli menginginkan anyaman tikar polos. Para pengrajin juga di haruskan menganyam tikar mereka tidak langsung jadi, tetapi setengah jadi. Adapun ukuran dari tikar tersebut 60 x 120 cm, panjang 10-15 cm, lebar 60 cm dan panjang rumbai (sisa anyaman yang belum jadi-red) 10-15 cm. Menurut rencana, pembeli kerajinan tikar tersebut akan mengadakan bimtek (bimbingan teknis) di dua kecamatan yaitu di Sukadana dan Melano, Simpang Hilir.  

Dalam menganyam tikar, para pengrajin di Desa Batu Barat terbiasa dengan menganyam tikar dengan berbagai corak dan motif serta beraneka warna. Motif dan corak anyaman yang mereka anyam adalah motif pucuk rebung dan berbagai motif sesuai dengan keinginan dari pemesan. Anyaman tikar pengrajin berasal dari bahan bukan kayu, yakni bahan pandan (Pandanus spp); pandan Pahang dan pandan laut.       
Foto 4 : Ibu Ida Pengrajin Tikar saat menganyam. doc. YP
Untuk saat ini, Yayasan Palung memfocuskan pada pengrajin di Desa Batu Barat dan Desa Pangkalan Buton, ujar Fredrik Wendi Tamariska dari Yayasan Palung selaku Pembina ibu-ibu pengrajin di beberapa desa di KKU. Lebih lanjut menurutnya, Para pengrajin di Desa Batu Barat dan Desa Pangkalan Buton adalah pengrajin tikar yang rutin memprodusi tikar tiap minggunya baik untuk kebutuhan mereka ataupun untuk di jual jika ada yang pesan.  Sedangkan di Desa Harapan Mulia, para pengrajin memanfaatkan kerajinan dari hasil hutan bukan kayu berupa bambu dan keladi air. Bambu dan keladi air, mereka  kreasikan untuk dibuat nyiru, penangkin, hiasan dinding dan hiasan meja.Sedangkan di Desa Sejahtera, para pengrajin mengolah lidi nipah (Nypa spp) untuk dijadikan lekar (tempat atau alas alat-alat dapur seperti kuali dan periuk-red) dan hiasan dinding. 
 
Foto 5: Pandan (Pandanus spp), sebelum dianyam menjadi tikar. doc. YP
Dalam pertemuan (19/3), Yayasan Palung dan BTNGP bersepakat untuk memfasilitasi para pengrajin untuk memenuhi target dan kualitas produksi berdasarkan permintaan pembeli. Selain itu juga, dengan adanya permintaan pembeli (peluang pasar) sangat membantu perekonomian masyarakat dan mampu menekan laju kerusakan hutan. Dengan adanya masyarakat yang mengelola hasil hutan bukan kayu berupa bambu, nipah dan pandan masyarakat tidak perlu ke hutan dan merusak hutan lagi. 

Hasil dari pertemuan jaringan pengrajin HHBK di Kabupaten Kayong Utara tersebut diantaranya adalah; pertama, para pengrajin memahami tentang jalur informasi pemasaran  yang sudah di terima. Kedua, Pengrajin memahami kualitas tikar yang diminta. Ketiga, pengrajin memahami bahwa rencana ini bergantung pada hasil pertemuan dengan tim pembeli. Keempat, pengrajin menyadari bahwa pentingnya pertemuan dengan tim pembeli. Kelima, Pengrajin dapat memiliki rencana persiapan untuk langkah-langkah yang akan dilakukan  agar bisa memulai produksi tikar saat sudah ada perjanjian dengan tim pembeli.

Foto 6: Anyaman lainnya seperti  alas meja, topi dan tempat tisue. doc. YP
Ada hal yang menarik, Ibu Ida salah seorang pengrajin dari dusun Sei Belit, Desa Sejahtera bergabung dengan kelompok pengrajin di Desa Pangkalan Buton. Beliau bergabung dikarenakan beliau salah seorang terampil menganyam namun belum memiliki kelompok, di Desa Sejahtera sebagian besar adalah pengrajin lekar. Lebih lanjut ibu Ida berharap, dengan adanya pembeli mampu membantu perekonimian rumah tangganya dan mampu memperkenalkan potensi yang ada di daerahnya. Mudah-mudahan dengan adanya pembeli tikar ini, para pengrajin dapat terbantu dalam peningkatan ekonomi rumah tangga mereka dan mampu melestarikan  dengan hasil hutan bukan kayu.  

By : Petrus Kanisius “Pit”- Yayasan Palung

Tulisan ini juga dimuat di Citizen Reporter, di Tribun Pontianak online  :

http://pontianak.tribunnews.com/2013/03/25/hhbk-ketapang-tantang-pengrajin-produksi-500-tikar-per-hari




 

No comments:

Post a Comment