Foto 1 : Para pengrajin bertemu dan mendengarkan presentasi kerapian anyaman. doc. YP |
Foto 2 : Aneka anyaman tikar dr pandan (produk dari hasil hutan bukan katu/HHBK oleh pengrajin. doc. YP |
Selasa
pekan lalu (19/3), para pengrajin HHBK se KKU bertemu di Pusat Pendidikan
Bentangor Pampang Center, Desa Pampang Harapan.
Bertemunya jaringan pengrajin tersebut membahas tentang harapan dan masa
depan bagi para pengrajin terkait adanya info pasar lokal atau pembeli lokal
yang siap menampung hasil kerajinan para pengrajin 500 tikar per hari.
Angin
segar terkait adanya pembeli lokal tersebut didapat dari mitra kerja Yayasan
Palung, Endro Setiawan, dari Balai Taman Nasional Gunung Palung (BTNGP).
Berdasarkan informasi tersebut, Endro mengajak Yayasan Palung untuk mengajak
para pengrajin bertemu. Para pengrajin Hasil Hutan Bukan Kayu (HHBK) di Tanah
Kayong khususnya di Kabupaten Kayong Utara bertemu terkait bagaimana para
pengrajin harus bisa mencari strategi agar para pengrajin mampu mencapai target
dengan memproduksi 500 tikar setiap
harinya.
Foto 3 : Para ibu-ibu pengrajin tikar saat menganyam, doc. YP |
Saat
ini, para pengrajin atau kelompok pengrajin binaan Yayasan Palung tersebar di beberapa
desa di Kabupaten Kayong Utara. Para pengrajin tersebar seperti di Desa Batu
Barat, Desa Pangkalan Buton, Desa Harapan Mulia dan Desa sejahtera.
Pengrajin
tikar yang secara rutin menganyam tersebar di Desa Batu Barat, Kec. Simpang
Hilir dan di Desa Pangkalan Buton di Kec. Sukadana. Hingga kini, mereka rutin
memproduksi kerajinan tikar dalam seminggu mampu menganyam 7-10 tikar berukuran
besar dan bisa lebih banyak jika berukuran kecil.
Informasi
permintaan anyaman tikar, pembeli tikar dalam hal ini menginginkan para
pengrajin untuk menganyam tikar tanpa motif atau warna, dengan kata lain
pembeli menginginkan anyaman tikar polos. Para pengrajin juga di haruskan
menganyam tikar mereka tidak langsung jadi, tetapi setengah jadi. Adapun ukuran
dari tikar tersebut 60 x 120 cm, panjang 10-15 cm, lebar 60 cm dan panjang
rumbai (sisa anyaman yang belum jadi-red) 10-15 cm. Menurut rencana, pembeli
kerajinan tikar tersebut akan mengadakan bimtek (bimbingan teknis) di dua
kecamatan yaitu di Sukadana dan Melano, Simpang Hilir.
Dalam
menganyam tikar, para pengrajin di Desa Batu Barat terbiasa dengan menganyam
tikar dengan berbagai corak dan motif serta beraneka warna. Motif dan corak
anyaman yang mereka anyam adalah motif pucuk rebung dan berbagai motif sesuai
dengan keinginan dari pemesan. Anyaman tikar pengrajin berasal dari bahan bukan
kayu, yakni bahan pandan (Pandanus spp);
pandan Pahang dan pandan laut.
Foto 4 : Ibu Ida Pengrajin Tikar saat menganyam. doc. YP |
Untuk
saat ini, Yayasan Palung memfocuskan pada pengrajin di Desa Batu Barat dan Desa
Pangkalan Buton, ujar Fredrik Wendi Tamariska dari Yayasan Palung selaku
Pembina ibu-ibu pengrajin di beberapa desa di KKU. Lebih lanjut menurutnya,
Para pengrajin di Desa Batu Barat dan Desa Pangkalan Buton adalah pengrajin
tikar yang rutin memprodusi tikar tiap minggunya baik untuk kebutuhan mereka
ataupun untuk di jual jika ada yang pesan. Sedangkan di Desa Harapan Mulia, para
pengrajin memanfaatkan kerajinan dari hasil hutan bukan kayu berupa bambu dan
keladi air. Bambu dan keladi air, mereka
kreasikan untuk dibuat nyiru, penangkin, hiasan dinding dan hiasan
meja.Sedangkan di Desa Sejahtera, para pengrajin mengolah lidi nipah (Nypa spp) untuk dijadikan lekar (tempat
atau alas alat-alat dapur seperti kuali dan periuk-red) dan hiasan dinding.
Dalam
pertemuan (19/3), Yayasan Palung dan BTNGP bersepakat untuk memfasilitasi para
pengrajin untuk memenuhi target dan kualitas produksi berdasarkan permintaan
pembeli. Selain itu juga, dengan adanya permintaan pembeli (peluang pasar)
sangat membantu perekonomian masyarakat dan mampu menekan laju kerusakan hutan.
Dengan adanya masyarakat yang mengelola hasil hutan bukan kayu berupa bambu,
nipah dan pandan masyarakat tidak perlu ke hutan dan merusak hutan lagi.
Hasil
dari pertemuan jaringan pengrajin HHBK di Kabupaten Kayong Utara tersebut
diantaranya adalah; pertama, para
pengrajin memahami tentang jalur informasi pemasaran yang sudah di terima. Kedua, Pengrajin memahami kualitas tikar yang diminta. Ketiga, pengrajin memahami bahwa rencana
ini bergantung pada hasil pertemuan dengan tim pembeli. Keempat, pengrajin menyadari bahwa pentingnya pertemuan dengan tim
pembeli. Kelima, Pengrajin dapat
memiliki rencana persiapan untuk langkah-langkah yang akan dilakukan agar bisa memulai produksi tikar saat sudah
ada perjanjian dengan tim pembeli.
Foto 6: Anyaman lainnya seperti alas meja, topi dan tempat tisue. doc. YP |
Ada
hal yang menarik, Ibu Ida salah seorang pengrajin dari dusun Sei Belit, Desa
Sejahtera bergabung dengan kelompok pengrajin di Desa Pangkalan Buton. Beliau
bergabung dikarenakan beliau salah seorang terampil menganyam namun belum memiliki
kelompok, di Desa Sejahtera sebagian besar adalah pengrajin lekar. Lebih lanjut
ibu Ida berharap, dengan adanya pembeli mampu membantu perekonimian rumah tangganya
dan mampu memperkenalkan potensi yang ada di daerahnya. Mudah-mudahan dengan
adanya pembeli tikar ini, para pengrajin dapat terbantu dalam peningkatan
ekonomi rumah tangga mereka dan mampu melestarikan dengan hasil hutan bukan kayu.
By : Petrus Kanisius “Pit”- Yayasan
Palung
Tulisan ini juga dimuat di Citizen Reporter, di Tribun Pontianak online :
http://pontianak.tribunnews.com/2013/03/25/hhbk-ketapang-tantang-pengrajin-produksi-500-tikar-per-hari
No comments:
Post a Comment