Pembukaan lahan secara luas berdampak pada makhluk hidup di sekitarnya seperti hutan, tumbuh-tumbuhan, satwa dan manusia. foto doc. Edi R., Yayasan Palung |
Rentetan
berbagai kasus yang terjadi terhadap satwa dilindungi masih terus mendera dan
menerkam di berbagai daerah. Kasus perdagangan, perburuan terhadap satwa dan
eksploitasi hutan tidak kunjung berhenti,
ini sebagai bukti nyata dalam penegakan dan penerapan hukum serta sanksi masih
lemah, tentunya semakin mengancam nasib keberadaan satwa dan hutan serta
manusianya saat ini.
Tumbuhan
dan satwa sejatinya menjadi bagian dari sumber daya alam yang tidak ternilai
harganya sehingga kelestariannya perlu dijaga melalui upaya pengawetan jenis
maka sebagai pelaksanaan Undang-undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi
Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya. Peraturan tentang Pengawetan Jenis Tumbuhan
dan Satwa dengan Peraturan Pemerintah agar keanekaragaman jenis tumbuhan dan
satwa beserta ekosistemnya baik di dalam maupun di luar habitatnya tidak punah
sudah sepantasnya dijalankan. Namun yang terjadi saat ini sungguh sangat
memprihatinkan, tumbuh-tumbuhan dan satwa dilindungi semakin terancam dan
diambang kepunahan akibat berbagai aktivitas manusia.
Kasus
penyeludupan paruh burung Enggang, perdagangan daging dan sisik Trenggiling,
dan berbagai kasus lainnya seperti perburuan masih terjadi, demikian juga
halnya dengan hutan semakin terkikis dan kritis sehingga berpengaruh pada hajat
hidup satwa dan tumbuh-tumbuhan dalam mempertahankan kehidupannya tanpaknya
semakin sulit secara berlanjut. Situasi ini semakin
sering terjadi dan ada yang luput dari
sasaran sanksi hukum yang benar-benar berpihak seturut kehendak dan kecenderungan
hanya sebatas wacana dan retrorika tanpa wujud nyata.
Eksploitasi
dan eksplorasi hasil bumi dan hutan semakin tidak terkendali dan merajalela, satwa-satwa
dan tumbuh-tumbuhan semakin terhimpit atau terjepit dalam menjalani hidup, nasib
mereka kian mengkhawatirkan. Hutan nan rimbun
tempat mereka tinggal dan hidup berganti padang ilalang tidak berbekas, namun
tampak jelas tanah menjadi tandus dan gersang. Satwa dan tumbuh-tumbuhan
semakin terusik dan terus terusir di tempat di mana mereka tinggal, sama halnya
dengan manusia.
Kehidupan
manusia misalnya, rumah dan tanah tempat mereka tinggal secara perlahan tergusur
berpindah tangan. Para pemilik modal semakin gencar
melakukan investasi dan banyak yang lupa dengan aspek-aspek penting dalam
kehidupan sosial masyarakat, demikian juga halnya dengan pengabaian pada aspek
lingkungan. Nasib masyarakat yang tinggal di sekitar hutan tersisa tidak kalah
menderitanya, mereka sering dijanjikan tanpa ada realisasi yang jelas. Mereka sering mengadu, mengeluh dan
mengaduh namun sulit karena keluhan dan kegaduhan jarang ter/didengar.
Hilangnya sebagian hutan, tumbuh-tumbuhan dan
satwa sudah sangat terasa, semua memiliki fungsi penyeimbang dalam rantai
kehidupan yang saling membutuhkan (tidak terpisahkan) satu dengan yang lainnya
sudah semakin sulit ditemukan. Panas bumi semakin meningkat,
manusia semakin gerah dalam menjalankan aktivitas keseharian. Tajuk-tajuk
pepohonan yang berdiri kokoh satu persatu bahkan ribuan tumbang, hilang dan meranggas tidak berbekas atau tersisa,
yang tersisa tunggul dan ranting-ranting tidak berdaun. Bencana silih berganti datang dan
tidak kunjung henti. Korban jiwa dan harta saat bencana terjadi. Sudah
tidak terhitung berapa banyak bencana terjadi dan terus berulang akibat ulah
manusia terhadap alam. Banjir, tanah longsor dan limbah akibat aktivitas dan
perbuatan manusia.
Memang
secara tindakan sudah ada, berbagai upaya dari penegak hukum dan para penggiat
lingkungan untuk mencari jalan dan mencari akar penyebabnya. Pengaduan bebagai
kasus terkait pemiliharaan, pembabatan hutan dan semakin tingginya tingkat kesenjangan
terus mendera. Konflik antar sesama juga cukup sering muncul, konflik hutan versus
perusahaan, perusahaan versus satwa, manusia versus hutan, manusia versus satwa
dan manusia versus manusia karena perebutan lahan. Banyak yang dirugikan dan
banyak juga yang untung. Manusia banyak yang lupa, setelah terantuk
barulah mengadah dan ingin sadar, namun lagi-lagi terus berulang.
Satwa
dan tumbuh-tumbuhan dilindungi semakin terancam, tidak terkecuali manusianya. Peran
serta dari semua pihak sudah sepantasnya didukung dan dilaksanakan secara
bersama-sama. Penegakan hukum, dalam hal ini penerapan sanksi sudah semestinya
dijalankan seiring sejalan dengan peristiwa dan realita yang ada. Manusia,
hutan/tumbuh-tumbuhan dan satwa sudah semestinya hidup berdampingan tanpa
mengorbankan atau dikorbankan, agar bisa berlanjut atau berkelanjutan
paling tidak bisa saling menghargai sudah semestinya ada kesadaran bersama. bukan
kah kita semua memiliki tanggungjawab bersama dalam menjaga dan menghargai bumi
sebagai titipan leluhur dan Sang Pencipta. Sebelum terlambat, tanpa derita,
bencana dan air mata, semoga semua dan sesama (manusia, hutan/tumbuh-tumbuhan
dan satwa)merupakan sama dan ditakdirkan untuk berdampingan. Mampukah semua
berdampingan dan lestari sampai akhir jaman?. Semoga saja…
By : Petrus Kanisius "Pit"- Yayasan Palung
By : Petrus Kanisius "Pit"- Yayasan Palung
Tulisan yang sama dapat
juga di lihat di : http://green.kompasiana.com/polusi/2013/03/26/-satwa-dan-hutan-semakin-terancam-545496.html
No comments:
Post a Comment