Foto : Orangutan di Taman Nasional Gunung Palung, Doc. Tim Laman & Yayasan Palung
Oleh Aji Wihardandi/ mongabay.com
November 2012
Manusia bukan satu-satunya mahluk yang mengalami gangguan terkait rasa
bahagia di usia pertengahan (umumnya sering disebut krisis paruh baya), primata
besar ternyata mengalami hal yang sama. Berdasarkan laporan terbaru dari
Proceedings of the National Academy (PNAS), dari penelitian terhadap sekitar
500 primata besar (yaitu 336 simpanse dan 172 orangutan) diketahui bahwa pola
krisis paruh baya yang serupa juga dialami primata, dengan gejala yang mirip
seperti manusia.
Namun bukan berarti primata ini juga melakukan apa yang secara negatif
dilakukan pria paruh baya, misalnya berdandan lebih necis, atau menjadi genit
dan melirik gadis belia. Perubahan perilaku primata ini lebih pada pola
meningkatnya rasa bahagia di usia muda, lalu mengalami penurunan di usia pertengahan,
dan kembali meningkat di usia tua.
“Kami berharap bisa memahami serpihan informasi ilmiah terkait hal ini,
mengapa rasa bahagia manusia mengikuti kurva berbentuk U di dalam hidup mereka?
Manusia sudah menunjukkan bahwa rasa bahagia itu bukan terkait dengan urusan
uang belaka, pecahnya sebuah perkawinan, urusan telepon seluler, atau hal-hal
ekstra lainnya di dalam hidup. Hal yang sama juga dialami oleh primata besar
ini, yang tidak bisa mengungkapkan hal ini dan tentu tidak terkait hal-hal ekstra
seperti layaknya manusia,” ungkap salah satu penulis penelitian, Andrew J.
Oswald dalam rilis media mereka.
Para ahli mewawancara penjaga kebun binatang, para relawan dan peneliti
juga bekerja sedekat mungkin dengan orangutan dan simpanse untuk meneliti kehidupan
mereka. Dengan menggunakan kuesioner yang sudah dimodifikasi untuk primata,
para ahli menemukan bahwa primata mengalami penurunan rasa tenteram dan bahagia
di akhir usia duapuluhan dan awal tigapuluhan, dibandingkan dengan manusia yang
mengalaminya di usia antara 45 hingga 50 tahun. Dalam kuesioner ini pertanyaan
yang disampaikan seputar mood, kenikmatan dalam bersosialisasi, dan
bagaimana kepuasan yang mereka rasakan dalam mencapai tujuan mereka.
“Hasil penelitian yang kami dapatkan menunjukkan bahwa kurva kebahagiaan
yang menurun di usia paruh baya bukan hanya milik manusia, kendati hal ini
sangat berbeda dari aspek kehidupan manusia dan masyarakat, namun hal ini
membuktikan bahwa secara biologis manusia berbagi hal yang sama dengan
primata,” ungkap para ahli. “Temuan ini memiliki implikasi yang luas secara
ilmiah dan dari sudut pandang ilmu sosial, dan bisa membantu bagaimana
meningkatkan rasa bahagia bagi diri manusia dan primata.”
Para ahli sendiri belum sepenuhnya memahami mengapa siklus ini muncul,
namun dalam teori yang muncul belakangan ini yaitu adanya perubahan di otak
saat usia paruh baya, serta penyebab-penyabab evolutif lainnya, yang
mempengaruhi kebahagiaan di masa muda dan usia tua.
“Individu baik yang muda ataupun berusia tua, bisa
mengalami kepuasan di dalam tahapan kehidupan, dimana mereka memiliki lebih
sedikit sumber daya untuk mengembangkan diri mereka, dan akan cenderung tidak
melawan balik situasi yang bisa membahayakan mereka atau kerabat mereka,”
ungkap para ahli, CITATION:Alexander Weiss, James
E. King, Miho Inoue-Murayama, Tetsuro Matsuzawa, Andrew J. Oswald. Evidence for
a midlife crisis in great apes consistent with the U-shape in human well-being.
PNAS. 2012.
No comments:
Post a Comment