Perlu Tindakan dan Aksi Nyata
Foto doc. Tim Laman &Yayasan Palung
Kemarin (5/11), secara nasional memperingati hari
cinta puspa dan satwa. Satu hari, yang didedikasikan secara khusus untuk
meningkatkan kepedulian, perlindungan dan rasa cinta kepada satwa khas
Indonesia. Namun yang menjadi pertanyaan mendasar adalah “Sudah kah kita
peduli, melindungi dan memiliki rasa cinta terhadap satwa?”.
Pertanyaan mendasar terkait dengan kepedulian,
perlindungan dan rasa cinta terhadap satwa sudah selayaknya dilontarkan, kenapa
demikian?. Secara kasat mata, satwa-satwa yang terdapat di muka bumi ini
sedikit banyak mengalami berbagai persoalan. Tentunnya persoalan tersebut
menyangkut hak-hak hidup mereka seperti layaknya manusia. Tingkat kerancaman
habitat tempat mereka tinggal berupa hutan dan populasi mereka semakin menurun,
semakin punah, semakin terancam, semakin langka bahkan tinggal kenangan, akibat
berbagai aktivitas manusia. Nasib mereka dari hari ke hari semakin memprihatinkan.
Kepedulian, perlindungan serta rasa cinta
terhadap satwa telah di dengungkan sejak tahun 1993, ini ditunjukkan untuk
menumbuhkan rasa cinta terhadap puspa dan satwa. Dengan demikian sudah
berlangsung selama 19 tahun sampai saat ini. Berbagai cara telah banyak
dilakukan oleh kawan-kawan lingkungan yang peduli terhadap satwa yang
dilindungi, namun kepedulian ini belum sepenuhnya mendapat dukungan dari
berbagai pihak, tetapi nyatanya sangat ironis. Kepedulian bersama terhadap
satwa dilindungi yang menjadi dasar kepeduliaan, cinta terhadap satwa
dilindungi cenderung semakin terabaikan khususnya tindakan nyata.
Hal lainnya yang mendasari semakin memperparah
terancamnya satwa dan hutan di sebabkan oleh tuntutan hidup manusia. Tidak jarang yang selalu
menjadi korban adalah satwa-satwa dilindungi dan keberadaan hutan serta
tumbuh-tumbuhan akibat semakin lajunya tingkat kerusakan hutan dan berbagai
persoalan lainnya sudah sangat dirasakan dampaknya. Laju deforestasi juga
berdampak langsung terhadap kehidupan manusia, seperti banjir dan kekeringan
dan kebakaran.
Hutan sebagai tempat berpijak bagi seluruh
kehidupan di bumi semakin hari semakin terkikis dan satwa semakin
memprihatinkan keberadaannya. Terhimpitnya habitat sudah barang tentu akibat
semakin meluasnya area atau lahan untuk perkebunan dan perkebunan, pembangunan.
Selain itu, tingkat keterancaman habitat dan populasi satwa seperti orangutan, burung
enggang, trenggiling dan jenis-jenis burung akibat perburuan dan pemeliharaan
serta masih lemahnya penanganan kasus-kasus terkait kejahatan terhadap satwa.
Tito
P. Indrawan aktivis Yayasan Palung mengatakan, tidak cukup hanya mengatakan cinta
puspa dan satwa. Harus ada kerja nyata untuk itu, sudah banyak satwa di
Indonesia yang masuk dalam daftar satwa dilindungi, namun yang melindungi itu
hanya peraturan saja bukan manusia Indonesia yang melindungi. Sebagai contoh, pembunuhan
enggang berlangsung begitu masif, perdagangan satwa langka masih marak, pemeliharaan
satwa langka pun tak bisa dibilang sedikit jadi harus ada langkah dan gerak
yang nyata dalam menunjukkan cinta kepada satwa dan puspa Indonesia. Lebih
lanjut, Tito mengatakan, yang belum ada sekarang adalah sinergisitas antar
instansi dalam program-program konservasi.
Hutan, tumbuh-tumbuhan dan satwa merupakan satu kesatuan
makluk hidup yang tidak dapat terpisahkan di bumi ini. Sudah barang tentu satu
kesatuan, langkah nyata menjadi prioritas utama, kepedulian manusia untuk
bersama-sama menjaga dan melindungi serta melaksakan tindakan nyata menjadi
suatu keharusan. Selain itu, pelibatan semua pihak untuk menumbuhkan rasa
cinta, peduli dan melindungi harus ada dan kesadaran untuk saling mendukung
tetap terjaga dan lestarinya satwa dan lingkungan secara berkelanjutan. (Petrus Kanisius “Pit”- Yayasan Palung).
Baca juga di :
Tribun Pontianak_ versi
cetak di halaman 14 : “Ajak Warga Cinta Satwa” http://issuu.com/tripon/docs/07112012
No comments:
Post a Comment