Saat bencana banjir datang semua orang pada sibuk dan
bertanya-tanya. Apa penyebab, apa yang
salah dan apa yang harus dilakukan. Namun kiranya banyak orang yang lupa
sebelum banjir tiba dan setelah banjir datang langkah apa yang harus diambil
dan peran apa yang menjadi pilihan untuk mengatasinya. Dampak banjir sedikit
banyak telah membukakan mata dan telinga bagi semua. Ada yang saling tuding,
saling beradu argumen dan ada yang pasrah dengan keadaan karena banjir tidak
akan kunjung berhenti menerpa negri ini terlebih kusus daerah Ibukota Negara,
Jakarta yang selalu berulang setiap tahunnya. Banjir datang, apa dan siapa yang
salah?.
Banjir yang hampir merata terjadi di negeri ini, memberikan sejuta
pemikiran bagi setiap kepala. Banyak berpendapat ABCD dan seterusnya. Sebuah
pertanyaan yang selalu dilontarkan adalah akankah ada langkah kongret untuk
mengatasi masalah ini?. Tentu saja semua orang terlebih para pakar dan para
pemangku kebijakan diajak untuk berkerut jidat untuk menilik persoalan ini.
Merunut dari seringnya terjadi bencana banjir yang telah banyak
menelan korban jiwa, harta dan lumpuhnya aktivitas semua sarana transportasi
terhambat menjadi cermin langkah apa yang harus dilakukan?. Sumber kehidupan
yang merujuk pada kesinambungan sumber daya alam dan manusia sepertinya sangat
sulit untuk dipisahkan satu dengan yang lainnya. Hubungan erat ini semestinya
menjadikan semua untuk saling menghormati dan menghargai satu dengan yang
lainnya. Lagi-lagi pertanyaan muncul, apakah kita sudah melakukannya?.
Masalah bencana banjir timbul erat hubungannya dengan perilaku
manusia. Semakin berkurangnya pola perilaku atau kesadaran manusia untuk peduli
deretan daftar dari semua permasalahan ini. Tidak sedikit sampah yang
menggenang dan terdampar di selokan atau saluran air serta masih belum
tertangani sampah di sepanjang jalan dan TPA cenderung hanya sekedar nama dan
pajangan saja. Banyak contoh di berbagai daerah, sampah dan sampah banyak yang
tidak tertangani dan cenderung sebagai sumber masalah dan masih minimnya
kesadaran, kelola dan peduli akan sampah sebagai sumber penghidupan.
Kabupaten Ketapang, Kalbar
salah satunya, masalah sampah cukup banyak yang tidak tertangani di daerah ini.
Hampir dipastikan di sepanjang ruas jalan sampah meluber sehingga bila musim penghujan
tiba, sampah dan air sama-sama menggenangi wilayah warga, seperti di jl. Imam
Bonjol dan di beberapa tempat lainnya seperti di jl. DI Panjaitan dan wilayah
Mulia Baru.
Pola perilaku manusia yang
tidak lagi menghargai sungai, selokan atau gorong-gorong tampaknya sebagai salah
satu penyumbang banjir. Mengingat daya resapan air berkurang atau bahkan tidak mampu
mengalir alias menggenang di sepanjang jalan. Akar persoalan lainnya adalah
semakin menipisnya pohon atau hutan yang berganti dengan bangunan-bangunan
menjulang tinggi sedikit banyak berpengaruh pada penyumbang terjadinya benjir.
Tata kelola lingkungan berupa hutan sedikit banyak membantu daya resapan air.
Tata ruang kota yang semeraut dan cenderung tidak tertata, menjadi penambah
persoalan kenapa banjir sering menghampiri. Tidak hanya itu, siklus alamiah
alam dan iklim yang cenderung sulit diprediksi juga sedikit banyak berpengaruh.
Tanggul penahan banjir sepertinya menjadi factor utama dalam menahan banjir.
Jakarta dan daerah-daerah lainnya terkait bencana banjir sedikit
banyak membukakan mata dan telinga kita semua. Persoalan banjir kebanyakan
orang membicarakan ini saat banjir tiba saja. Setelah banjir usai maka usai
pula perbincangan tentang persoalan ini. Bagaimana dengan solusi?. Sepertinya
solusi sudah sering menjadi perbincangan dan debat dimana-mana, solusi di
dengungkan namun kebanyakan tindakan nyata untuk mengatasi masih sebatas pada
wacana. Lalu bagaimana dengan masih minimnya kesadaran prilaku masyarakat
sendiri tentang hal ini (banjir-red)?.
Bencana memang tidak semuanya bisa memprediksi kapan munculnya,
ibarat maling kapan saja bisa hadir tanpa diduga dan dinyana. Fakta dari tahun
ke tahun menunjukan semakin seringnya banjir terjadi semakin bertambah pula
korban baik nyawa, harta benda dan lumpuhnya aktivitas dan ekonomi dan
pendapatan masyarakat. Namun sejatinya suatu tanggungjawab semua bersama-sama
bagaimana mengambil peran dan sedikit menghargai lingkungan sekitar dengan
sedikit berperilaku bijak. Bukankah kita juga memikili kewajiban untuk sedikit
menghargai alam dan lingkungan sekitar dengan hal-hal kecil terutama terhadap
sampah. Sangat bersyukur sekali jika sampah di tempatkan ditempatkan dimana
seharusnya sampah itu berada. Menghargai lingkungan sekitar berarti juga
menghargai kehidupan secara berkelanjutan. Semoga saja!!!….
By : Petrus Kanisius “Pit”- Yayasan Palung
Jakarta sedang dalam darurat banjir. Pasca banjir, wajib hukumnya bagi pemerintah untuk melakukan perbaikan-perbaikan dengan cepat atas fasilitas-fasilitas yang rusak. Hal tersebut memang tepat dalam konteks jangka pendek. Namun lebih tepat lagi jika Pemda DKI, juga Pemerintah Pusat dan pemerintah daerah di seluruh Indonesia memikirkan secara jangka panjang bagaimana mencegah banjir yang selalu terjadi. Untuk itu perlu dipikirkan solusi penanganan banjir dengan memperhatikan semangat Reforma Agraria sesuai UUPA 1960. Perlu diketahui UUPA 1960 tidak hanya mengamanatkan redistribusi tanah demi keadilan rakyat, tapi juga membicarakan tentang tata guna tanah. UUPA mencantumkan tantang tanggung jawab untuk menjaga kelestarian lingkungan hidup pada lahan agraria. Pasal 15 berbunyi: “memelihara tanah, termasuk menambah kesuburannya serta mencegah kerusakannya adalah kewajiban tiap-tiap orang, badan hukum atau instansi yang mempunyai hubungan hukum dengan tanah itu, dengan memperhatikan pihak yang ekonomis lemah”. Sedangkan Pasal 6 menyebutkan bahwa “semua hak atas tanah mempunyai fungsi sosial”. Pasal ini dapat ditafsirkan kehilangan kesuburan maupun hilangnya fungsi tanah dapat mengganggu aspek sosial masyarakat akibat aktifitas terhadap tanah tersebut. Jadi kalau kita sepakat bahwa banjir terjadi akibat adanya pelanggaran terhadap penggunaan pemanfaatan tanah, maka, dalam segala pembangunan atau penentuan kebijakan ke depannya, mulai saat ini reforma agraria dan UUPA 1960 harus segera diimplementasikan dengan sungguh-sungguh.....maaf bukan menggurui...sekedar berwacana saja...
ReplyDelete