Foto : Hutan Tropis, Doc. Tim Laman
Sengketa
lahan atau dikenal dengan konflik lahan yang terjadi akibat pembukaan lahan
untuk perkebunan dan pertambangan tampaknya menjadi trand saat ini. Mengapa demikian?.
Hampir
dipastikan di seluruh Wilayah negeri ini
persoalan sengketa lahan terus terjadi bahkan tidak kunjung padam, persoalan
cenderung membara ibarat api. Begitu kompleks dan rumitnya persoalan ini
terjadi sehingga sedikit banyak menimbulkan pertanyaan dan derita berupa korban
nyawa dan konflik yang tidak kunjung usai. Pertanyaan yang dimaksud tidak lain
dan tidak bukan adalah bagaimana persoalan ini terus menyebabkan kerugian bagi
para petani dan banyak hak-hak masyarakat yang terabaikan. Masih segar diingatan kita, kasus Mesuji,
kasus Andi-Javin dengan perusahaan, kasus-kasus agraria yang secara jelas menyiratkan
makna mendalam, yang jelas tidak sedikit korban menyangkut hal ini. Persoalan
konflik lahan menyangut tapal batas.
Foto : warga Ogan Ilir aksi ke Jakarta, menuntut pengembalian
lahan. Mereka aksi ke berbagai lembaga pemerintah, termasuk ke Mabes Polri,
meminta aparat tidak terlibat dan menindak warga dalam konflik lahan.Doc. Mongabay.com
Pengabaian
hak-hak masyarakat menjadi sekelumit peristiwa yang terus berujung dan selalu
menyisakan pertanyaan sudah adil kah negeri ini dengan mengabaikan hak-hak
masyarakat akar rumput?. Potret pengabaian suara dan masyarakat akar rumput
tentunya berimbas kepada munculnya konflik-konflik baru dan lagi-lagi
masyarakat bawah selalu menanggung dosa dan derita. Dapat di baca di : http://www.mongabay.co.id/2012/12/26/kaliedoskop-konflik-agraria-2012-potret-pengabaian-suara-dan-hak-rakyat-bagian-1,
http://www.mongabay.co.id/2012/12/27/kaliedoskop-konflik-agraria-2012-potret-pengabaian-suara-dan-hak-rakyat-bagian-2
, http://www.mongabay.co.id/2013/01/14/konflik-lahan-mesuji-tetua-adat-megou-pak-ngadu-ke-komisi-iv,
http://edipetebang.blogspot.com/p/kronologis-kriminalisasi-masyarakat.html
secara jelas hal ini menjadi perenungan bersama, mengingat suara masyarakat
akar rumput cenderung dianak tirikan.
Perluasan
pembukaan lahan secara terus menerus berimbas pada tapal batas dan ganti rugi.
Hal ini tentunya sangat rawan akan terjadinya konflik. Mengingat pembukaan
lahan atau perluasan area perkebunan dengan kecenderungan tidak mengedepankan
pemecahan masalah, musyawarah dan mufakat sehingga hampir dipastikan akan
memicu konflik. Lihat di sini : http://pontianak.tribunnews.com/2013/01/25/tapal-batas-dan-ganti-rugi-picu-konflik-di-bidang-perkebunan.
Persoalan lainnya adalah terkait para investor yang terkadang banyak berhutang
janji, berhutang janji berupa kesejahteraan, lapangan pekerjaan, dan membantu
masyarakat untuk mengenyam atau meneruskan pendidikan. Namun sepertinya hanya
sebatas janji dan wacana belaka. Memang ada dari beberapa yang merealisasi
janji mereka (perusahaan- red), tetapi tidak sebanding. Dapat dilihat di sini : http://www.equator-news.com/landak/20130123/warga-tahan-alat-berat-pt-panp
. Satu hal yang dapat dijadikan patokan adalah terkait perlunya jaminan hukum
dan stabilitas keamanan yang independen, mungkin dapat dijadikan pilihan
sebagai penangkal terjadinya konflik, hal ini menjadi penting, mengingat selama
ini konflik selalu terjadi berimbas pada korban jiwa.
Hal mendasar
lainnya dari dampak perluasan pembukaan lahan baik untuk perkebunan,
pertambangan dan pembangunan menyisakan pekerjaan rumah yang tidak sedikit.
Dimulai dari semakin meningkatnya laju tingkat kerusakan hutan dan keterancaman
habitat semakin tidak terbendung lagi. Ditambah lagi dengan penerapan amdal dan
nilai konservasi tinggi sebagai syarat mutlak tidak sepenuhnya dilaksanakan.
Sebagai contoh, pencemaran akibat limbah yang terjadi 26 April 2011 di
Ketapang, Kalbar misalnya. Pencemaran
lingkungan tentunya juga berdampak pada kehidupan sehari-hari masyarakat, seperti misalnya masyarakat tidak
dapat menikmati air sungai sebagai pemenuhan kebutuhan mereka akibat
tercemarnya air. Sementara masyarakat tidak ada sumber air lain selain sungai. Silakan
membacanya di : http://www.equator-news.com/lintas-selatan/ketapang/dprd-respons-pencemaran-limbah-pt-pollyplant dan http://green.kompasiana.com/polusi/2012/04/18/masyarakat-keluhkan-sungai-keruh-akibat-pembukaan-lahan-455390.html
.
Tampaknya
penghargaan terhadap alam (hutan-red) dan lingkungan saat ini semakin
terabaikan. Laju deforestasi semakin sulit dibendung, satwa-satwa kian
terancam, hak-hak masyarakat terabaikan, konflik semakin sering terjadi dan
kesejahteraan masyarakat banyak tidak kunjung selesai menjadi rentetan daftar
yang menjadi momok dari persoalan semua ini.
Konflik lahan versus pembukaan lahan,
masyarakat hampir dipastikan menanggung derita. Langkah para pencinta
lingkungan, LSM-LSM dan lembaga-lembaga
yang bergerak dibidang lingkungan mencoba untuk saling bahu membahu
menyelesaikan persoalan sering dianggap sebagai provokator. Namun sejatinya
semua ini adalah tanggungjawab semua dan bersama. Bila satu dengan yang lainnya
mampu untuk bersama dan bekerjasama dapat saling menghargai. Penghargaan
terhadap alam dan keadilan bagi masyarakat akar rumput sudah semestinya
dilakukan. Semoga saja…
By : Petrus
Kanisius Pit – Yayasan Palung
No comments:
Post a Comment