I made this widget at MyFlashFetish.com.

Tuesday, January 8, 2013

Burung Enggang Nasibmu Kini Kian Memprihatinkan



Foto : Burung Enggang, Bebas lepas, foto doc. Bedu Varanoid Munaf Khan, Yayasan Palung

Sejak tahun lalu (2012) hingga permulaan tahun 2013, kembali kasus perdagangan satwa kian marak dan terus berlanjut. Beberapa kasus penyeludupan paruh burung enggang beberapa kali digagalkan di bandara udara saat akan diseludupkan ke luar negeri. Kasus penyeludupan paruh burung enggang semakin hari kian memprihatinkan.
 
Keberadaan burung Enggang semakin terancam, Perburuan liar masih kerap terjadi. Perburuan burung enggang tidak lain dan tidak bukan karena alasan untuk mengambil paruhnya yang memiliki nilai jual tinggi. Kasus perburuan dan perdagangan satwa ini kian marak terjadi sejatinya menjadi prioritas untuk diselesaikan, namun hingga saat ini kasus-kasus perdagangan dan penyeludupan kembali terjadi dan terulang.
 
Rentetan panjang tentang penyeludupan paruh burung yang menjadi maskot masyararakat Kalimantan semakin memprihatinkan, mengingat populasi dan habitat burung enggang atau rangkong semakin sedikit, sempit dan terancam. Sejak tahun 2012, di mulai Agustus 2012, kasus Penyelundupan mulai terkuak, 96 Paruh Burung Enggang berhasil diamankan petugas bandara. November  2011, 28 paruh burung enggang diamankan dari kargo ekspedisi menuju Jakarta. Desember 2012, Balai Konservasi Sumber Daya Alam Kalbar menggagalkan penyelundupan 270 paruh enggang, Agustus dan September lalu. Paruh diselundupkan ke China melalui Bandar Udara Supadio. Penangkapan penyeludupan kembali terulang pada, Januari 2013, Paruh burung Enggang sebanyak 284 buah, kulit trenggiling sebanyak 189 keping. Nilai yang ditaksir jika dijual sebesar Rp 1 milyar lebih. Pelaku berasal dari negara Cina berjumlah empat orang. Dengan modus membawa sebagai barang bawaan penumpang.


Foto : Paruh burung dilindungi dan hampir punah itu hendak diselundupkan ke China, foto doc. Kompas/Agustinus Handoko
 
Sebaran habitat burung besar tersebut tersebar di pedalaman hutan Kalbar diantaranya daerah Melawi, Kapuas Hulu, Sintang, Sanggau, dan Ketapang. Burung Enggang Gading merupakan jenis satwa yang populasinya sangat sedikit. Burung ini termasuk jenis satwa dilindungi sehingga tidak dapat dipergunakan untuk kepentingan apapun.

 Enggang atau Rangkong dalam bahasa Inggris disebut Hornbill adalah sejenis burung yang mempunyai paruh berbentuk tanduk sapi tetapi tanpa lingkaran. Biasanya paruhnya itu berwarna terang. Nama ilmiahnya "Buceros" merujuk pada bentuk paruh, dan memiliki arti "tanduk sapi" dalam Bahasa Yunani.
 
Burung Enggang tergolong dalam kelompok Bucerotidae yang termasuk 57 spesies. Sembilan spesies dari padanya berasal endemik di bagian selatan Afrika. Makanannya terutama buah-buahan juga kadal, kelelawar, tikus, ular dan berbagai jenis serangga. Ketika waktunya mengeram, enggang betina bertelur sampai enam biji telur putih terkurung di dalam kurungan sarang, dibuat antara lain dari kotoran dan kulit buah. Hanya terdapat satu bukaan kecil yang cukup untuk burung jantan mengulurkan makanan kepada anak burung dan burung enggang betina. Apabila anak burung dan burung betina tidak lagi muat dalam sarang, burung betina akan memecahkan sarang untuk keluar dan membangun lagi dinding tersebut, dan kedua burung dewasa akan mencari makanan bagi anak-anak burung. Dalam sebagian spesies, anak-anak burung itu sendiri membangun kembali dinding yang pecah itu tanpa bantuan burung dewasa.
 
Indonesia memiliki 13 jenis rangkong, 3 diantaranya merupakan endemik. Sampai saat ini di dunia terdapat 55 jenis burung rangkong. Berdasarkan peraturan RI No 7 tahun 1999 tentang Pengawetan Jenis Tumbuhan dan Satwa, diketahui bahwa burung Enggang gading dan trenggiling merupakan satwa yang dilindungi dan termasuk apendik 1(terancam punah). Rangkong Badak (Rinoceros hornbill) dan Rangkong Gading ( Helmeted hornbill), mendapat perlindungan perundang-undangan Indonesia, berdasarkan peraturan perlindungan  binatang liar 1931 dan peraturan RI No 7 tahun 1999 tentang Pengawetan Jenis Tumbuhan dan Satwa dilindungi, selain itu juga, Undang-Undang No. 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya. Dalam Undang-Undang ini cukup jelas disebutkan bahwa perdagangan dan pemeliharaan satwa dilindungi itu dilarang dan pelanggarnya bisa dikenai sanksi penjara 5 tahun atau denda Rp 100 juta.
 
Saat ini, perlindungan dan pengawasan terhadap perdagangan satwa dilindungi sudah selayaknya menjadi perhatian semua pihak. Mengingat maraknya perburuan dan perdagangan satwa juga terjadi pada satwa-satwa lainnya. Maraknya perdagangan satwa selain paruh enggang juga terjadi pada penyu dan trenggiling. Data Kementerian Kehutanan (Kemenhut) periode 2011 sampai 2012, berhasil disita dan di musnahkan Sekitar 12,7 ton trenggiling dan yang lebih memprihatinkan Perdagangan penyu dari Indonesia sudah berlangsung sejak era 1950-an (data Everlasting Nature of Asia). Semoga saja kasus perdagangan terhadap satwa dilindungi dapat ditangani dan diselesaikan dengan harapan memberikan saksi hukum berdasarkan undang-undang yang berlaku.

 By : Petrus Kanisius “Pit”- Yayasan Palung.

No comments:

Post a Comment